Desember 2013 ~ LKNU LAMPUNG
  • RSS
  • Facebook
  • Twitter
>>> Kritik, saran, informasi atau artikel dapat dikirimkan kepada kami melalui email: lknulampung@gmail.com >>>Simak juga berbagai info kami melalui twitter. Silakan follow @LKNULampung

Jumat, 20 Desember 2013

Nahdliyin Jihad Kemanusiaan Memerangi HIV/AIDS

Posted by SYIFA'UL UMMAH LKNU On 18.19

SUARA lelaki berkopiah itu terdengar lirih kala mengungkapkan keprihatinannya. Hatinya mengharu tatkala mengetahui wanita berhijab dan berparas cantik di hadapannya mengidap penyakit mematikan human immunodeficiency virus/ acquired immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS). Dialah Gus Maksum atau lengkapnya K.H. Maksum Abror, ketua Majelis Musyawarah Pondok Pesantren (MMPP) Lampung. Gus Maksum mengaku pandangan para ulama nahdliyin kini mulai berubah tentang penyakit mematikan ini.“Tak semua pengidap HIV/AIDS itu pelaku maksiat.Banyak juga di antaranya orang baik-baik, termasuk ibu yang saya ceritakan tadi. Akibat perilaku sang suami, dia dan anaknya menjadi korban,” kata dia, dalam sebuah diskusi Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU) Lampung di Lampung Post, akhir pekan lalu (Kamis, 19 Desember 2013). Terkait hal ini, Mandala Noras, dari Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, mengungkapkan data Kementerian Kesehatan 2013 menunjukkan saat ini terdapat 515 kasus HIV/AIDS dialami ibu rumah tangga. Sementara untuk Lampung terdapat 40 lebih kasus atau menyumbang 5,4% dari kasus nasional. Menurutnya, penyebaran HIV/AIDS di Lampung sudah merata di 14 kabupaten/kota, bahkan hingga November 2013 penyebarannya mencapai 1.900 kasus. “Ini merupakan angka tertinggi sejak 2002 dengan ditemukannya 20 kasus di Lampung,” ujarnya. Mandala juga mengungkap bahwa penderita penyakit berbahaya ini dominan menggerogoti kelompok usia produktif, yakni 25—49 tahun, dan menyumbang 73% dari total pengidap. “Hal ini perlu diantisipasi sejak kelompok usia dini melalui pendidikan seks ataupun kesehatan reproduksi,” kata dia. Merespons hal ini, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung K.H. Soleh Badjuri menyatakan warga NU Lampung siap berpartisipasi memerangi HIV/AIDS. Menurutnya, hal ini bisa dikatakan jihad kemanusiaan warga nahdliyin. Hal ini, menurutnya, beracuan pada hadis Rasulullah saw. “Bukan umatku (Rasulullah, red) jika tidak peduli terhadap sesama. Atas dasar itu, NU terpanggil untuk ikut serta mengatasi penularan HIV/AIDS ini. Jangan sampai jumlah penderita baru terus bertambah,” ujarnya. Hal yang perlu diperjuangkan ke depan, kata dia, adalah bagaimana mengedukasi umat jika pengidap HIV/AIDS juga mungkin terjadi pada kalangan baik-baik seperti halnya ibu rumah tangga. “Yang terpenting adalah tidak memperlakukan penderita diskriminatif,” kata dia. Ketua LKNU Lampung Erlina menyatakan NU merasa terpanggil untuk ikut prihatin dengan kondisi tersebut karena dengan jemaah yang tersebar di perdesaan dengan tingkat pemahaman tentang HIV/AIDS yang rendah. Hal ini juga menjadi ancaman. “Tingginya kasus ini tidak lepas dari rendahnya posisi tawar seorang istri atau ibu dalam rumah tangga. Rendahnya pengetahuan dan informasi tentang virus mematikan itu juga jadi pekerjaan yang harus dicarikan jalan keluar,” ujarnya.

Hilangkan Stigma Negatif

MASIH banyaknya penderita HIV/AIDS di Lampung mengkhawatirkan berbagai pihak. Hal ini pula yang membuat institusi lintas sektoral dan berbagai organisasi masyarakat yang peduli terhadap HIV/AIDS berkumpul menyatukan pendapat untuk mencari solusi tepat dalam pencegahan penyakit yang menyerang fungsi kekebalan tubuh tersebut. Seperti yang disampaikan Pengelola Program Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Lampung Beni Irawan. Bahwa penyebaran HIV/AIDS di Lampung berkembang seiring ledakan jumlah penduduk. Berdasar data Kemenkes 2007—2011, jumlah penderita HIV/AIDS di Lampung, khususnya wanita, meningkat tajam seiring kedatangan para pendatang (kaum pria, red) dari luar Lampung, khususnya pengemudi truk yang kerap mampir dan jajan di sini. Dia mengatakan di Lampung terdapat lima wilayah yang resistensi HIV/AIDS, yakni Bandar Lampung, Lampung Selatan, Lampung Utara, Lampung Tengah, dan Lampung Timur. Ketua Majelis Musyawarah Pondok Pesantren (MMPP) Lampung K.H. Maksum Abror mengatakan penganggulangan HIV/AIDS di Lampung belum maksimal karena tidak melibatkan seluruh elemen masyarakat. Oleh karena itu, ia mengajak berbagai pihak untuk menabuh genderang perang melawan HIV/AIDS. Seperti yang dilakukannya dengan menyosialisasikan akan bahaya HIV/AIDS kepada berbagai pondok pesantren hingga mengajak orang dengan HIV/AIDS (ODHA) masuk pesantren. Ternyata jurus tersebut sangat jitu sehingga para santri menerapkan pola hidup sehat. Sementara Vina, dari Saburai Support Group (SSG) Lampung, mengatakan penyakit AIDS dan virus HIV masih menimbulkan stigma negatif. Penderita AIDS kerap mendapat tanggapan miring dan dikucilkan masyarakat. Akibatnya, beberapa orang dengan gejala serangan HIV atau AIDS enggan memeriksakan diri ke lokasi pelayanan kesehatan terdekat. “Rasa malu akibat minim info juga mengakibatkan seseorang enggan menjalani tes HIV. Karena itu, sampai saat ini tes HIV masih berkesan menakutkan dan membuat masyarakat enggan melakukannya,” ujar dia.
Dia juga menilai pemerintah kurang memperhatikan ODHA dan Ohida. Hingga kini masih adanya stigma negatif terhadap penderita HIV/AIDS. “Melalui diskusi ini kami berharap masyarakat menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS, sehingga mereka bisa lebih percaya diri, mandiri, serta mendapatkan pelayanan medis dan psikologis yang memadai.” Sementara dalam dialog tersebut disimpulkan, antara lain perlu adanya aturan yang jelas tentang penanggulangan HIV/AIDS. Selain itu, materi HIV/AIDS diusulkan agar dimasukkan ke kurikulum 2013 dan pembelajaran di perguruan tinggi. Mengingat penderita penyakit mematikan ini dominan dari kalangan tersebut. Tidak hanya itu, perlu ditingkatkan pemahaman masyarakat lewat berbagai kampanye yang langsung menyentuh sasaran. Sekaligus perlu wadah berkumpulnya ODHA yang dibina oleh lembaga keagamaan, sosial, dan kesehatan agar mereka bisa dekat di tengah masyarakat, sehingga menurunkan angka stigmanisasi negatif dan diskriminasi bagi penderita penyakit yang belum ada obatnya tersebut.