2013 ~ LKNU LAMPUNG
  • RSS
  • Facebook
  • Twitter
>>> Kritik, saran, informasi atau artikel dapat dikirimkan kepada kami melalui email: lknulampung@gmail.com >>>Simak juga berbagai info kami melalui twitter. Silakan follow @LKNULampung

Jumat, 20 Desember 2013

Nahdliyin Jihad Kemanusiaan Memerangi HIV/AIDS

Posted by SYIFA'UL UMMAH LKNU On 18.19

SUARA lelaki berkopiah itu terdengar lirih kala mengungkapkan keprihatinannya. Hatinya mengharu tatkala mengetahui wanita berhijab dan berparas cantik di hadapannya mengidap penyakit mematikan human immunodeficiency virus/ acquired immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS). Dialah Gus Maksum atau lengkapnya K.H. Maksum Abror, ketua Majelis Musyawarah Pondok Pesantren (MMPP) Lampung. Gus Maksum mengaku pandangan para ulama nahdliyin kini mulai berubah tentang penyakit mematikan ini.“Tak semua pengidap HIV/AIDS itu pelaku maksiat.Banyak juga di antaranya orang baik-baik, termasuk ibu yang saya ceritakan tadi. Akibat perilaku sang suami, dia dan anaknya menjadi korban,” kata dia, dalam sebuah diskusi Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU) Lampung di Lampung Post, akhir pekan lalu (Kamis, 19 Desember 2013). Terkait hal ini, Mandala Noras, dari Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, mengungkapkan data Kementerian Kesehatan 2013 menunjukkan saat ini terdapat 515 kasus HIV/AIDS dialami ibu rumah tangga. Sementara untuk Lampung terdapat 40 lebih kasus atau menyumbang 5,4% dari kasus nasional. Menurutnya, penyebaran HIV/AIDS di Lampung sudah merata di 14 kabupaten/kota, bahkan hingga November 2013 penyebarannya mencapai 1.900 kasus. “Ini merupakan angka tertinggi sejak 2002 dengan ditemukannya 20 kasus di Lampung,” ujarnya. Mandala juga mengungkap bahwa penderita penyakit berbahaya ini dominan menggerogoti kelompok usia produktif, yakni 25—49 tahun, dan menyumbang 73% dari total pengidap. “Hal ini perlu diantisipasi sejak kelompok usia dini melalui pendidikan seks ataupun kesehatan reproduksi,” kata dia. Merespons hal ini, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung K.H. Soleh Badjuri menyatakan warga NU Lampung siap berpartisipasi memerangi HIV/AIDS. Menurutnya, hal ini bisa dikatakan jihad kemanusiaan warga nahdliyin. Hal ini, menurutnya, beracuan pada hadis Rasulullah saw. “Bukan umatku (Rasulullah, red) jika tidak peduli terhadap sesama. Atas dasar itu, NU terpanggil untuk ikut serta mengatasi penularan HIV/AIDS ini. Jangan sampai jumlah penderita baru terus bertambah,” ujarnya. Hal yang perlu diperjuangkan ke depan, kata dia, adalah bagaimana mengedukasi umat jika pengidap HIV/AIDS juga mungkin terjadi pada kalangan baik-baik seperti halnya ibu rumah tangga. “Yang terpenting adalah tidak memperlakukan penderita diskriminatif,” kata dia. Ketua LKNU Lampung Erlina menyatakan NU merasa terpanggil untuk ikut prihatin dengan kondisi tersebut karena dengan jemaah yang tersebar di perdesaan dengan tingkat pemahaman tentang HIV/AIDS yang rendah. Hal ini juga menjadi ancaman. “Tingginya kasus ini tidak lepas dari rendahnya posisi tawar seorang istri atau ibu dalam rumah tangga. Rendahnya pengetahuan dan informasi tentang virus mematikan itu juga jadi pekerjaan yang harus dicarikan jalan keluar,” ujarnya.

Hilangkan Stigma Negatif

MASIH banyaknya penderita HIV/AIDS di Lampung mengkhawatirkan berbagai pihak. Hal ini pula yang membuat institusi lintas sektoral dan berbagai organisasi masyarakat yang peduli terhadap HIV/AIDS berkumpul menyatukan pendapat untuk mencari solusi tepat dalam pencegahan penyakit yang menyerang fungsi kekebalan tubuh tersebut. Seperti yang disampaikan Pengelola Program Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Lampung Beni Irawan. Bahwa penyebaran HIV/AIDS di Lampung berkembang seiring ledakan jumlah penduduk. Berdasar data Kemenkes 2007—2011, jumlah penderita HIV/AIDS di Lampung, khususnya wanita, meningkat tajam seiring kedatangan para pendatang (kaum pria, red) dari luar Lampung, khususnya pengemudi truk yang kerap mampir dan jajan di sini. Dia mengatakan di Lampung terdapat lima wilayah yang resistensi HIV/AIDS, yakni Bandar Lampung, Lampung Selatan, Lampung Utara, Lampung Tengah, dan Lampung Timur. Ketua Majelis Musyawarah Pondok Pesantren (MMPP) Lampung K.H. Maksum Abror mengatakan penganggulangan HIV/AIDS di Lampung belum maksimal karena tidak melibatkan seluruh elemen masyarakat. Oleh karena itu, ia mengajak berbagai pihak untuk menabuh genderang perang melawan HIV/AIDS. Seperti yang dilakukannya dengan menyosialisasikan akan bahaya HIV/AIDS kepada berbagai pondok pesantren hingga mengajak orang dengan HIV/AIDS (ODHA) masuk pesantren. Ternyata jurus tersebut sangat jitu sehingga para santri menerapkan pola hidup sehat. Sementara Vina, dari Saburai Support Group (SSG) Lampung, mengatakan penyakit AIDS dan virus HIV masih menimbulkan stigma negatif. Penderita AIDS kerap mendapat tanggapan miring dan dikucilkan masyarakat. Akibatnya, beberapa orang dengan gejala serangan HIV atau AIDS enggan memeriksakan diri ke lokasi pelayanan kesehatan terdekat. “Rasa malu akibat minim info juga mengakibatkan seseorang enggan menjalani tes HIV. Karena itu, sampai saat ini tes HIV masih berkesan menakutkan dan membuat masyarakat enggan melakukannya,” ujar dia.
Dia juga menilai pemerintah kurang memperhatikan ODHA dan Ohida. Hingga kini masih adanya stigma negatif terhadap penderita HIV/AIDS. “Melalui diskusi ini kami berharap masyarakat menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS, sehingga mereka bisa lebih percaya diri, mandiri, serta mendapatkan pelayanan medis dan psikologis yang memadai.” Sementara dalam dialog tersebut disimpulkan, antara lain perlu adanya aturan yang jelas tentang penanggulangan HIV/AIDS. Selain itu, materi HIV/AIDS diusulkan agar dimasukkan ke kurikulum 2013 dan pembelajaran di perguruan tinggi. Mengingat penderita penyakit mematikan ini dominan dari kalangan tersebut. Tidak hanya itu, perlu ditingkatkan pemahaman masyarakat lewat berbagai kampanye yang langsung menyentuh sasaran. Sekaligus perlu wadah berkumpulnya ODHA yang dibina oleh lembaga keagamaan, sosial, dan kesehatan agar mereka bisa dekat di tengah masyarakat, sehingga menurunkan angka stigmanisasi negatif dan diskriminasi bagi penderita penyakit yang belum ada obatnya tersebut.

Senin, 25 November 2013

LKNU Lampung Gelar Bahtsul Masa'il bersama Majlis Musyawarah Pondok Pesantren Lampung

Posted by SYIFA'UL UMMAH LKNU On 09.00

Saat menjelang bulan Ramadhan, seluruh umat Islam diwajibkan untuk menjalankan puasa, baik dari anak-anak sampai orangtua. Bahkan bagi mereka yang memiliki masalah kesehatan disarankan untuk mencoba menjalankan puasa. Namun bagaimana bila niat berpuasa harus terhalang dengan ketentuan harus minum obat setiap 12 jam sekali.

Menjalankan puasa mulai dari sebelum fajar sampai matahari terbenam memakan waktu sekitar 14 sampai 15 jam. Namun, ketentuan meminum obat antiretroviral (ARV) bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang dijadwalkan setiap 12 jam, membuat tidak sedikit ODHA yang khawatir untuk mengikuti puasa. Hal inilah yang mendorong Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU) Lampung bekerjasama dengan Majelis Musyawarah Pondok Pesantren (MMPP) Lampung menggelar kegiatan Bahtsul Masail membahas Hukum Puasa ODHA, Sabtu (23/11/2013) Di Pondok Pesantren al-Hikmah, Way Halim, Kedaton, Bandar Lampung.

Latar belakang dari diskusi Bahtsul Masail tersebut menurut Ketua Majelis Musyawarah Pondok Pesantren Lampung, Ustadz Ahmad Maksum Abror, “Kesehatan adalah kekayaan yang paling berharga sehingga menjaganya menjadi wajib. Kita sudah tahu kalau setiap muslim wajib berpuasa,sementara ada penyakit yang dalam masyarakat kita terhitung belum diketemukan obatnya yakni HIV AIDS. Obat yang sekarang ada hanya untuk menghambat perkembangan virus tersebut. Orang dengan HIV AIDS (ODHA) harus minum obat setiap 12 Jam, sementara waktu puasa lebih dari 12 jam yakni antara 14-15 jam”. Pertanyaannya, “Apakah orang tersebut masih wajib berpuasa?”.

Melihat dari deskripsi permasalahan yang ada, seluruh peserta yang hadir bersepakat bahwa hukumnya (Orang dengan HIV AIDS (ODHA) harus minum obat setiap 12 Jam ) boleh tidak puasa dan wajib membayar fidyah setiap hari yakni 1 mud atau 6 ons beras. Ust. Maksum menambahkan dalam pertemuan ini hanya fokus pada pembahasan ODHA yang harus minum ARV per 12 jam, bagi yang hanya 1 x 24 jam, puasa hukumnya wajib bagi ODHA.

Dalam pertemuan tersebut, Asyihin selaku Koordinator Program Penanggulangan HIV/AIDS NU Lampung yang juga sekretaris LKNU Lampung mengungkapkan bahwa Para Kiayi dan Tokoh Agama memiliki peran yang sangat penting dalam menghilangkan stigma negatif dan diskriminasi terhadap ODHA. “Jauhi virusnya tapi jangan jauhi orangnya karna mereka butuh dukungan kita”. Ujar dia. Asyihin menambahkan bahwa dengan tidak adanya stigma negatif dan diskriminasi terhadap ODHA akan dapat membuka fenomena gunung es sehingga masyarakat mau dan tidak takut untuk mengakses layanan test hiv dan bila positif, kita bisa bantu mengobatinya. Pertemuan yang berlangsung selama satu hari tersebut di hadiri oleh seluruh Pengurus Pondok Pesantren yang ada di Lampung serta Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung, hadir Pula Ki. RM. Soleh Bajuri, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Provinsi Lampung bersama jajarannya.

Bahtsul Masail merupakan istilah yang terangkai dari dua suku kata, yaitu : Bahtsu yang artinya pembahasan atau penelitian dan Masail (bentuk jamak dari masalah) dengan arti beberapa masalah. Dengan demikian Bahtsul Masail adalah sebuah kegiatan (forum) diskusi keagamaan untuk merespon dan memberikan solusi terhadap problematika actual yang muncul dalam kehidupan.

Menggunakan model bahtsul masail `ala pesantren pada umumnya yang mengedepankan semangat `itiradl atau perdebatan argumentative dengan berorientasi kepada kitab salaf atau buku-buku fiqih. Dalam hal ini, peserta bebas berpendapat dan menyanggah pendapat peserta lain serta diberikan kebebasan untuk mengoreksi rumusan-rumusan yang ditawarkan oleh team perumus. [451/lpg]

Minggu, 13 Oktober 2013

HIV AIDS

Posted by SYIFA'UL UMMAH LKNU On 20.55

Awal epidemi HIV dan AIDS di Indonesia (1987): Kasus pertama AIDS di Indonesia ditemukan 24 tahun yang lalu (1987). Seorang wisatawan asal Belanda meninggal di RS Sanglah, Bali. Kematian pria berusia 44 tahun itu diakui Depkes disebabkan AIDS. Indonesia masuk dalam daftar WHO sebagai negara ke-13 di Asia yang melaporkan kasus AIDS.

Antara tahun 1987 dan 1997, peningkatan infeksi tampak lambat, upaya penanggulangan pun sangat terbatas dan terutama terfokus di sektor kesehatan. Pada bulan Mei 1994 Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) yang pertama di Indonesia ditetapkan dengan Keputusan Presiden 36/19941, yang kemudian disusul dengan Strategi Nasional Penanggulangan AIDS yang pertama (bulan Juni 1994).

HIV adalah virus yang menyerang sel darah putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Orang yang dalam darahnya terdapat virus HIV dapat tampak sehat dan belum membutuhkan pengobatan. Namun orang tersebut dapat menularkan virusnya kepada orang lain bila melakukan hubungan seks berisiko dan berbagi alat suntik dengan orang lain.

AIDS adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh. AIDS disebabkan oleh infeksi HIV. Akibat menurunnya kekebalan tubuh pada seseorang maka orang tersebut sangat mudah terkena penyakit seperti TBC, kandidiasis, berbagai radang pada kulit, paru, saluran pencernaan, otak dan kanker.

Bagaimana HIV bisa ditularkan kepada orang lain?

•       Melalui hubungan seks tanpa menggunakan kondom sehingga memungkinkan cairan mani atau cairan vagina yang mengandung virus HIV masuk ke dalam tubuh pasangannya

•       Dari seorang ibu hamil yang HIV positif kepada bayinya selama masa kehamilan, waktu persalinan dan/atau waktu menyusui.

•       Melalui transfusi darah/produk darah yang sudah tercemar HIV. Lewat pemakaian alat suntik yang sudah tercemar HIV, yang dipakai bergantian tanpa disterilkan, terutama terjadi pada pemakaian bersama alat suntik di kalangan pengguna narkoba suntik (penasun).

Apakah transfusi darah di fasilitas kesehatan berisiko menularkan HIV?

Tidak berisiko karena umumnya, Palang Merah Indonesia dan fasilitas kesehatan selalu melakukan pengecekan atau skrining HIV pada darah donor sebelum melakukan transfusi kepada orang lain. Darah tercemar HIV tidak digunakan.

Apakah infeksi HIV dapat dicegah?

Ya. dengan cara:

•       Abstinence – Tidak berhubungan seks

•       Be Faithful – Selalu setia pada   pasangan

•       Condom – Gunakan kondom di setiap  hubungan seks berisiko

•       Drugs –  Jauhi narkoba

Bagaimana cara mengetahui status HIV?

Orang yang sedang dalam tahap HIV tidak bisa kita kenali. Mereka tampak sehat dan tidak menunjukkan gejala penyakit apapun. Status terinfeksi HIV hanya dapat diketahui setelah mengikuti test HIV yang disertai konseling. Segera kunjungi fasilitas kesehatan terdekat (Klinik VCT) untuk tes HIV.

Apa yang dimaksud dengan tes HIV?

Layanan test HIV dan konseling ini disebut sebagai VCT (Voluntary Counseling and Testing). Tes HIV biasanya berupa tes darah untuk memastikan adanya antibodi HIV di dalam sampel darah.  Tes HIV bersifat sukarela dan rahasia. Sebelum melakukan tes HIV, akan dilakukan konseling untuk mengetahui tingkat risiko infeksi dari perilaku selama ini dan bagaimana nantinya harus bersikap setelah mengetahui hasil tes HIV. Untuk tes cepat dapat juga digunakan tes usapan selaput lendir mulut (Oraquick)

Apakah ada pengobatan untuk HIV dan AIDS?

erinfeksi HIV bukanlah vonis mati. AIDS dapat dicegah dengan pengobatan antiretroviral atau ARV. Pengobatan ARV menekan laju perkembangan virus HIV di dalam tubuh sehingga orang dengan infeksi HIV dapat kembali “sehat” atau ‘bebas gejala’. Namun virus HIV masih ada di dalam tubuhnya dan tetap bisa menularkan pada orang lain.

Mendobrak Mitos HIV

•       HIV tidak menular di kolam renang umum

•       HIV tidak menular melalui batuk atau bersin

•       HIV tidak menular melalui gigitan nyamuk atau serangga lainnya

•       HIV tidak menular dengan berbagi alat makan bersama

•       HIV tidak menular karena berjabat tangan

•       HIV tidak menular karena berciuman

Apakah orang yang telah terinfeksi HIV perlu dihindari?

Anda tidak perlu menghindari orang yang telah terinfeksi HIV. Penularan HIV terjadi melalui cara-cara yang spesifik. Berinteraksi sosial dengan orang yang telah terinfeksi HIV tidak menyebabkan penularan HIV.

LAYANAN VCT DI LAMPUNG

·         BANDAR LAMPUNG

•       RS ABDUL MULUK

•       RS COKRODIPO

•       PUSKESMAS SUKARAJA

•       PUSKESMAS PANJANG

•       PUSKESMAS SIMPUR

•       PUSKESMAS SATELIT

•       PUSKESMAS KEDATON

RUMUSAN BAHTSUL MASA’IL DINIYYAH LKNU TENTANG PENANGGULANGAN HIV AIDS

Posted by SYIFA'UL UMMAH LKNU On 20.48

UPAYA MENANGGULANGI AIDS

A.       Deskripsi Masalah

Pandemi HIV&AIDS menjadi persoalan serius yang mengancam masa depan bangsa dan negara. Sebagai penyakit yang hingga saat ini masih sulit ditemukan obatnya, penyebaran HIV&AIDS cukup cepat dan bisa mengancam siapa saja dan dimana saja. Berdasarkan laporan dari kementerian kesehatan menunjukkan bahwa HIV maupun AIDS tidak hanya menyerang orang yang melakukan kesalahan (dosa) akibat dari pola hubungan seks bebas (heteroseksual dan homoseksual) dan penyalahgunaan narkoba suntik (IDU) saja, akan tetapi juga telah masuk ranah rumah tangga. HIV telah menyusup ke ibu dan bayi yang tidak berdosa, lantaran ibunya tertular dari suaminya dan bayi yang dilahirkannya ikut terjangkit Virus itu.

Dari laporan Kementerian Kesehatan periode Januari-Juni 2012 terungkap jumlah angka kasus AIDS  pada ibu rumah tangga mencapai 936 kasus, dibandingkan dengan pekerja seks yang hanya mencapai 36 kasus. Data tersebut menggarisbawahi bahwa kalangan ibu rumah tangga yang suaminya memiliki perilaku berisiko tertular HIV berpotensi lebih besar tertular HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual lainnya dibanding  wanita pekerja seks (WPS).

Karena kondisi demikian, para ulama menempatkan wabah HIV&AIDS ini sebagai al-dlarar al-amm (bahaya global). Dalam pandangan Islam, bahaya itu harus dihilangkan (al-dlararu yuzalu), dan bahaya itu melahirkan kewajiban untuk melakukan perlawanan dengan sungguh-sungguh (jihad). Dengan kata lain, wabah HIV&AIDS merupakan penyakit yang sangat bahaya yang harus dihapuskan, dan kewajiban menghapus penyakit HIV&AIDS adalah jihad.

B.       Pertanyaan

1.         Siapakah yang berkewajiban menghilangkan penyakit HIV?

2.         Dimana posisi Jam’iyyah NU dan Negara dalam konteks HIV/AIDS?

C.  Jawaban

1.    Yang Berkewajiban Menghilangkan Penyakit HIV

Kehadiran penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) disebabkan oleh kuman HIV (Humman Immuno deficiency Virus) yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Secara fiqh, AIDS dapat dikategorikan sebagai dlarar ‘am (bahaya umum) karena sudah menimbulkan masalah sosial dan kemanusiaan. Terhitung sejak pertama kali ditemukan pada 1987 di Bali, sekarang penyakit itu sudah berkembang di seluruh propinsi. Penderitanya bukan hanya mereka yang secara syar’i tindakannya salah,  namun mayoritas justru diderita oleh ibu rumah tangga dan anak-anak yang tertular oleh suami/ayah yang terinfeksi HIV.

Pada dasarnya, kewajiban menjaga dari HIV&AIDS pertama-tama dan terutama berada di pundak masing-masing pribadi. Setiap orang wajib menjaga keharmonisan dan keseimbangan fungsi organ-organ tubuh. Hadirnya penyakit  hanyalah konsekwensi logis dari tubuh yang tidak normal. Sengaja membiarkan tubuh tidak berjalan sesuai dengan tabi’atnya yang sehat dipandang sebagai tindakan mencelakakan diri. Al-Qur’an sangat tegas melarang seseorang untuk menceburkan diri ke dalam kehancuran.

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“....Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al-Baqarah: 195)

Kewajiban menjaga diri ini juga dapat dipahami dari adanya perintah untuk berobat, sebagaimana Hadits

إن الله أنزل الداء والدواء وجعل لكل داء دواء فتداووا ولا تداووا بحرام (رواه أبو داوود)

“Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obat. Dan Allah telah menciptakan obat untuk semua penyakit. Maka berobatlah, dan jangalah engkau berobat dengan hal-hal yang haram” (HR. Abu Dawud)

Terkait dengan keberadaan HIV&AIDS, penyakit ini belum dikenal dalam al-Qur’an, Sunnah ataupun peradaban masa lalu. Namun dengan melihat jenis dan efek yang ditimbulkan, HIV&AID dapat di-ilhaq-kan dengan penyakit Judzam (lepra).

عن أبي هريرة قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول فر من المجذوم فرارك من الأسد (رواه أحمد والطبراني، وابن حبان)

“Dari Abi-Hurairah r.a. ia berkata: saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, larilah kamu  (menghindar) dari orang yang terjangkit penyakit lepra, seperti kamu lari dari harimau." (HR.Ahmad, Thabrani dan  Ibn Hibban)

لا تديموا النظر إلى المجذومين إذا كلمتموهم فليكن بينكم وبينهم قيد رمح (رواه أحمد والطبراني وعبد الرزاق وابن جرير)

“Kalian jangan lama-lama memandang orang  yang sedang terjangkit penyakit lepra, jika kalian berbicara kepada mereka  hendaklah kamu menjaga jarak sejengkal tombak" (HR. Ahmad)

2.    Posisi Jam’iyyah NU dan Negara dalam konteks HIV&AIDS?

Mengingat bahwa dalam masyarakat terdapat pelapisan sosial, dimana ada individu yang mampu menjaga kesehatan dan ada yang tidak, maka masyarakat (termasuk didalamnya jam’iyyah NU) secara kolektif berkewajiban mengingatkan dan menjaga warganya dari HIV&AIDS sesuai porsinya masing-masing. Sesama anggota masyarakat wajib menyadarkan betapa bahayanya HIV&AIDS, dan pada saat yang sama juga membantu menangani dan menanggulanginya. Dengan cara demikian, secara fakultatif penaggulangan HIV&AIDS akan tercapai secara sempurna.

ويجب عليه أي على كل مكلف بذل النصيحة للمسلمين: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: الدين النصيحة قالوا له: لمن قال: لله ورسوله ولأئمة المسلمين وعامتهم. قال ابن حجر فى شرح الأربعين: اي بإرشادهم لمصالحهم فى أمر اخرتهم ودنياهم وإعانتهم عليها بالقول والفعل وستر عوراتهم وسد خلاتهم ودفع المضار عنهم وجلب المنافع لهم. (محمد بن سالم بن سعيد بابصيل، اسعاد الرفيق، سورابايا-مكتبة الهداية، ص. 65)

“Setiap orang mukallaf wajib memberikan nasihat kepada orang-orang muslim. Rasulullah Saw. bersabda “ Agama adalah nasihat, para sahabat bertanya kepada Nabi, untuk siapa? Nabi menjawab: untuk Allah, Rasulnya, dan para imam orang muslimin dan awamnya. Ibn Hajar  berkata dalam Syarh al-Arba`in: Yakni dengan menunjukkan mereka kepada kemaslahatan dunia dan akhira, membantu dengan perkataan, perbuatan, menututup aib mereka, menutupi pelbagai kekurangan, menghindarkan marabahaya dan mendatangkan manfaat bagi mereka."  (Muhammad Salim bin Sa`id Babashil, Is`ad ar-Rafiq, Surabaya-Maktabah al-Hidayah, h. 65)

Oleh karena kemampuan individu dan masyarakat relatif terbatas dibanding kemampuan negara, maka pada titik tertentu campur tangan negara tidak bisa terelakkan. Negara dengan instrumen kekuasaan yang dimilikinya harus mampu menyelesaikan problem HIV&AIDS dari penduduknya agar kemaslahatan ammah dapat terrealisasikan.

  ( القاعدة الخامسة تصرف الإمام على الرعية منوط بالمصلحة ) هذه القاعدة نص عليها الشافعي وقال منزلة الإمام من الرعية منزلة الولي من اليتيم قلت : و أصل ذلك : ما أخرجه سعيد بن منصور في سننه قال حدثنا أبو الأحوص عن أبي إسحاق عن البراء بن عازب قال : قال عمر رضي الله عنه : إني أنزلت نفسي من مال الله بمنزلة والي اليتيم إن احتجت أخذت منه فإذا أيسرت رددته فإن استغنيت استعففت...... وولي الأمر مأمور بمراعاة المصلحة و لا مصلحة في حمل الناس على فعل المكروه. ومنها : أنه ليس له العفو عن القصاص مجانا لأنه خلاف المصلحة بل إن رأى المصلحة في القصاص اقتص أو في الدية أخذها و منها : أنه لا يجوز له أن يقدم في مال بيت المال غير الأحوج على الأحوج. قال السبكي في فتاويه فلو لم يكن إمام فهل لغير الأحوج أن يتقدم بنفسه فيما بينه و بين الله تعالى إذا قدر على ذلك ملت إلى أنه لا يجوز (جلال الدين السيوطي، الأشباه والنظائر، بيروت-دار الكتب العلمية، 1403هـ، ص. 121-122) 

"(Kaidah yang kelima: Perlakuan (kebijakan) imam atas rakyat harus mengacu pada maslahat). Kaidah ini di nash oleh imam Syafi`i, beliau berkata: Posisi imam atas rakyat itu seperti posisinya wali atas anak yatim. Saya berkata: Dasar kaidah tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Said bin Mansur dalam kitab Sunan-nya. Ia berkata: Abu al-Akhwash bercerita kepada kami, dari Abi Ishaq, dari al-Barra’ bin ‘Azib, dia berkata: Umar r.a. berkata: Sesungguhnya aku memposisikan dirikku dari harta Allah seperti posisi seorang wali anak yatim( dari hartanya), jika aku butuh, aku mengambilnya, kemudian jika aku punya maka aku kembalikanya. Jika aku tidak butuh, maka aku  menjaga diri untuk tidak mengambilnya...  Pemimpin (orang yang mempunyai kewenangan) diperintahkan untuk menjaga maslahat. Dan  tidak termasuk kategori maslahat mengarahkan manusia untuk melakukan perkara yang di dibenci (makruh). Di antara contohnya adalah imam tidak boleh memberikan ampunan atas hukuman qishosh dengan cuma-cuma  ( tanpa membayar denda(diyat), karena hal ini bertentangan dengan prinsip maslahat. Aka tetapi jika dia melihat maslahat itu ada pada qishosh maka dia harus memutuskan qishosh. Atau dalam denda ( diyat), dia harus mengambil denda tersebut. Di antara contohnya adalah dalam urusan( pendistribusian) harta  baitul mal, Imam tidak boleh mendahulukan (memprioritaskan) orang yang tidak membutuhkan ( kaya) dari pada  orang yang membutuhkan ( miskin). Imam as-Subki dalam kitab Fatawa-nya mengatakan: Jika tidak ada Imam ( pemimpin) apakan orang yang tidak membutuhkan boleh mengajukan dirinya dalam urusan antara dirinya dengan Allah Swt. jika ia mampu?  Saya cenderung berpendapat bahwa hal tersebut tidak boleh." (Jalaluddin as-Suyuthi, al-Asybah wa an-Nazhair, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1403 H, h. 121 -122)

وشرط وجوب الأمر بالمعروف أن يأمن على نفسه وعضوه وماله وإن قل كما شمله كلامهم بل وعرضه كما هو ظاهر وعلى غيره بأن يخاف عليه مفسدة أكثر من مفسدة المنكر الواقع (سليمان الجمل، حاشية الجمل على شرح المنهج، بيروت-دار الكتب العلمية، الطبعة الأولى، 1418هـ/1992م،  الجزء الثامن، ص. 83)

“Dan syarat wajib amar makruf adalah adanya keamanan (keselamatan) atas nyawa, anggota badan dan harta miliknya, sekalipun sedikit. Hal ini sebagaimana yang terkandung dalam pandangan para ulama. Bahkan termasuk keamanan bagi harga dirinya, sebagai mana yang tampak tersurat pada ungkapan para ulama (dzohir). Dan juga keamanan bagi orang lain. Seperti kekhawatiran terjadinya kerusakan (mafsadah) yang lebih besar yang akan menimpa padanya, dibanding kerusakan yang timbul dari kemungkaran yang telah terjadi”.(Sulaiman al-Jamal, Hasyiah al-Jamal ala Syar al-Manhaj, Beirut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1418/1992, Vol: VIII, h. 83)

2. SOSIALISASI PENGGUNAAN KONDOM UNTUK MENCEGAH AIDS

A.      Deskripsi Masalah

Infeksi HIV&AIDS masih menjadi masalah kesehatan global, termasuk di Indonesia. Masalah yang berkembang adalah kesakitan dan kematian masih tinggi, serta laju transmisi terus meningkat.

Meskipun telah dicapai berbagai kemajuan di bidang kedokteran dan  farmasi, serta telah dilakukan berbagai upaya penanggulangan oleh pemerintah bersama berbagai elemen masyarakat, tetapi angka kesakitan akibat HIV dan kematian akibat AIDS tetap tinggi. Bahkan dewasa ini di Indonesia terjadi percepatan penularan, yang menempatkan Indonesia pada posisi puncak dalam hal laju transmisi infeksi HIV di Asia.

Kondisi tersebut direspon pemerintah dengan membuat kebijakan tentang pemasyarakatan pemakaian kondom, karena penyebab terbesar penularan HIV adalah melalui hubungan seksual yang tidak aman. Permasalahannya, melegalkan penggunaan kondom untuk pencegahan HIV, oleh sebagian orang, bisa disalah-pahami sebagai upaya melegalkan prostitusi dan perzinaan. Padahal, prostitusi dan perzinaan merupakan perilaku/perbuatan yang dilarang agama.

B.  Pertanyaan

Bagaimanakah hukum penggunaan dan sosialisasi kondom untuk pencegahan HIV&AIDS?

C.  Jawaban

Virus HIV akan menular manakala terjadi kontak langsung dinding sel tubuh yang terbuka dengan cairan tubuh pengidap HIV. Kontak terbuka ini amat potensial terjadi pada saat berhubungan intim karena adanya gesekan pada saat penetrasi.  Gesekan tersebut akan menimbulkan luka yang tidak kasat mata dan bisa menjadi pintu masuk virus HIV. Dalam konteks inilah kehadiran kondom diduga kuat dapat mencegah interaksi cairan vagina dan sperma sehingga penularan virus dapat diminimalisasi.

Dengan demikian, ditingkat pemakaian, pada dasarnya hukumnya mubah. Seseorang yang sehat memiliki hak untuk menggunakan kondom atau tidak sesuai kesepakatan dengan pasangannya. Akan tetapi, hukum mubah ini akan berubah menjadi sebuah kewajiban manakala salah satunya mengidap virus HIV. Untuk menjamin keselamatan dan kelangsungan hidup (hifdz al-nafs), baik untuk dirinya ataupun orang lain, ia harus menggunakan kondom sebab kondom diduga kuat mampu menjadi sarana (وسيلة) untuk menutup jalan masuk virus HIV (سد الذريعة). Hal ini sesuai dengan Kaidah Fiqhiyyah yang menyatakan:

ما لا يتم الواجب الا به فهو واجب (تاج الدين السبكي، الأشباه والنظائر، بيروت-دار الكتب العلمية، الطبعة الأولى، 1411هـ/1991م، الجزء الثاني، 90)

"Sesuatu yang mana perkara yang wajib tidak bisa terlaksana dengan sempurna kecuali dengan sesuatu tersebut, maka sesuatu tersebut hukumnya wajib". (Tajuddin as-Subki, al-Asybah wa an-Nadzair, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, cet ke-1, 1411 H, Vol: II, h. 90)

Sedangkan untuk sosialisasi dan distribusinya, hal tersebut hanya boleh dilakukan secara terbatas bagi kalangan beresiko dengan tetap memperhatikan eksesnya bagi masyarakat umum.

(مسألة: ي): كل معاملة كبيع وهبة ونذر وصدقة لشيء يستعمل في مباح وغيره، فإن علم أو ظنّ أن آخذه يستعمله في مباح كأخذ الحرير لمن يحل له، والعنب للأكل، والعبد للخدمة، والسلاح للجهاد والذب عن النفس، والأفيون والحشيشة للدواء والرفق حلت هذه المعاملة بلا كراهة، وإن ظن أنه يستعمله في حرام كالحرير للبالغ، ونحو العنب للسكر، والرقيق للفاحشة، والسلاح لقطع الطريق والظلم، والأفيون والحشيشة وجوزة الطيب لاستعمال المخذِّر حرمت هذه المعاملة، وإن شكّ ولا قرينة كرهت، وتصحّ المعاملة في الثلاث، ( عبد الرحمن بن محمد بن حسين بن عمر باعلوي ، بغية المسترشدين، بيروت-دار الفكر، ص. 260)

“Setiap teransaksi, seperti jual beli, hibah, nazar dan shodaqoh atas sesuatu yang bisa digunakan (dimanfaatkan) untuk perkara yang diperbolehkan secara syara` (mubah) atau tidak diperbolehkan (haram), jika diketahui atau diduga kuat bahwa orang yang mengambilnya itu akan menggukanannya untuk perkara yang diperbolehkan (mubah), seperti mengambil sutra bagi orang yang diperbolehkan (halal) memakainya, anggur untuk dimakan, budak untuk melayani, senjata untuk jihad dan membela diri, candu dan ganja untuk obat dan kasihan (untuk menghilangkan rasa sakit dalam tindakan medis seperti operasi), maka teransaksi tersebut diperbolehkan (halal) serta tidak dimakruhkan. Jika diduga kuat bahwa sesuatu tersebut akan digunakan untuk perkara yang dilarang ( haram), seperti kain sutra untuk laki-laki yang sudah akil baligh, anggur untuk mabuk-mabukan, budak untuk perbuatan yang keji (zina), senjata untuk merampok di jalan dan perbuatan lalim dan candu, ganja dan buah pala digunakan untuk mabuk, maka transaksi tersebut di haramkan. Jika penggunaan sesuatu tersebut masih diragukan, dan tidak ada bukti (yang menunjukkan untuk keperluan halal atau haram),  maka transaksi tersebut hukumnya makruh. Dan ketiga transaksi tersebut hukumnya tetap sah." (Abdurraham bin Muhammad bin Muhammad bin Husain bin Umar Ba`alawi, Bughyah al-Musytarsidin, Bairut- Daru al-fikr, h. 260)

للوسائل حكم المقاصد (صالح بن محمد بن حسن الأسمري، مجموعة الفوائد البهية على منظومة القواعد البهية، الرياض- دار الصميعي للنشر والتوزيع، الطبعة الأولى، 1420هـ/2000م، ص. 80)

"Perantar itu mempunyai hukum  yang  sama dengan hukum tujuan". ( Shalih bin Muhammad bin Hasan al-Asmari, Majmuah al-Fawaid al-Bahiyah ala Mandzumah al-Qowaid al-Bahiyah, Riyadl-Dar as-Shami`i, cet ke-1, 1420, h. 80)

3. PERNIKAHAN ODHA

A.       Deskripsi Masalah

Jumlah pengidap HIV&AIDS di Tanah Air terus meningkat. Pada 2010, diperkirakan pengidap HIV&AIDS mencapai 93 ribu hingga 130 ribu orang. Angka itu hanyalah fenomena gunung es. Sebab, jumlah pengidap HIV&AIDS yang tampak hanyalah 5-10 persen.

HIV&AIDS telah menyebar di hampir seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Kenyataan itu tentu amat memprihatinkan. Ajaran Islam memerintahkan umatnya untuk merawat, mengobati dan memperlakukan pengidap HIV&AIDS secara manusiawi, tetapi tak mengorbankan pihak lain tertular penyakit yang belum ada obatnya itu. Sebagaimana layaknya manusia biasa, pengidap HIV tentu saja masih memiliki keinginan untuk menikah. Namun sebab penyakit HIV termasuk penyakit yang belum ditemukan obatnya (maradl daim), maka pernikahan orang yang positif perlu mendapat legitimasi hukum fikihnya.

B.       Pertanyaan

    Berhakkah Odha melakukan pernikahan, baik antara sesama odha atau bukan?
    Bolehkah seorang istri menolak hubungan seksual dengan suami yang positif HIV&AIDS dan suami tidak mau menggunakan kondom?
    Bolehkah istri menggugat fasakh nikah setelah ia tahu bahwa suaminya positif HIV&AIDS?

C.       Jawaban

    Pernikahan ODHA

Pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara suami istri dalam rangka mewujudkan rasa tentram (sakinah) melalui jalinan kasih sayang (mawaddah wa rahmah) diantara mereka. Ketenteraman tersebut akan terjadi manakala diantara keduanya terdapat kerjasama timbal-balik yang serasi, selaras, dan seimbang,  baik dalam konsisi sehat maupun sakit.

Seseorang yang terserang virus HIV tidak serta merta langsung menjadi AIDS jika rutin mengkonsumsi obat secara teratur. Rentang waktu  virus HIV sampai menjadi AIDS bisa bertahun-tahun, tergantung daya tahan tubuh seseorang.  Dan dalam rentang waktu tersebut, ODHA tetap bisa hidup dan bersosialisasi dengan masyarakat lain sebagaiman mestinya, bahkan tetap bisa produktif seperti manusia lain.

Sejauh kedua belah pihak sama-sama mengerti keadaan masing-masing, ODHA tetap boleh melakukan pernikahan, karena tidak mengganggu tujuan (maqashid) pernikahan itu sendiri. Sepanjang tidak ditemukan māni’ yang menjadi penghalang sahnya nikah, maka pernikahan ODHA tetap sah, baik dengan sesama ODHA atau dengan yang bukan ODHA.

Namun demikian, sesuai keputusan Munas Alim Ulama pada 16-20 Rajab 1418 H/17-20 Nopember 1997 M Di Ponpes Qamarul Huda, Bagu, Pringgarata, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, maka pernikahan mereka dihukumi makruh.

(للأولياء الفسخ بالجنون غير الحادث ) وإن رضيت ( وكذا بالبرص والجذام ) غير الحادثين ؛ لأنهم يعيرون بكل منها ولأن العيب قد يتعدى إليها وإلى نسلها. (زكريا الأنصاري، أسنى المطالب شرح روض الطالب، القاهرة-دار الكتاب الإسلامي، الجزء الثالث، ص. 176)

  

“Wali boleh memutus pernikahan karena faktor gila yang tidak diketahui sebelumnya, sekalipun si perempuan rela. Demikian juga (dapat menjadi alasan faskh) sebab penyakit kusta dan lepra yang sudah lama, karena mereka dipandang cacat, dan karena aib itu terkadang menimpa isteri dan keturunannya.” (Syaikhul Islam Zakaria al-Anshari, Asna al-Mathalib, Syarh Raudl at-Thalib, Cairo-Darul Kitab al-Islami, Vol: III, h. 176.)

 وفي الصحيح : فر من المجذوم فرارك من الأسد. قال الإمام الشافعي في الأم : وأما الجذام والبرص فإنه أي كلا منهما يعدي الزوج ويعدي الولد ، وقال في موضع آخر : الجذام والبرص مما يزعم أهل العلم بالطب والتجارب أنه يعدي كثيرا ، وهو مانع للجماع لا تكاد النفس أن تطيب أن تجامع من هو به ، والولد قلما يسلم منه وإن سلم أدرك نسله (محمد الخطيب الشربيني، مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج، بيروت-دار الفكر، الجزء الثالث، ص. 203)

“Dalam kitab shohih :Larilah kamu dari orang yang terjangkit lepra seperti kamu lari dari harimau.  Imam Syafi`i berkata dalam kitab al-Umm : Adapun lepra dan kusta, sesungguhnya kedua-duanya dapat menular kepada pasangan dan anaknya. Ditempat lain beliau berkata: Lepra dan kusta menurut dugaan para ahli kedokteran dan riset termasuk jenis penyakit yang banyak menular. Ia termasuk penghalang hubungan intim. Nafs tidak tertarik lagi berhubungan intim dengan orang yang terjangkit penyakit tersebut dan  anaknya  jarang sekali selamat dari penyakit tersebut, dan jika selamat maka penyakit tersebut akan mengenai keturunannya." (Muhammad al-Khatib as-Syarbini, Mughi al-Muhtaj ila Ma’rifati Ma’ani Alfadh al-Minhaj, Dar al-fikri, Bairut, Vol: II, h. 203)

    Menolak Hubungan Intim tanpa Kondom

Dalam sebuah rumah tangga, hubungan intim merupakan bagian dari kebutuhan rohani yang sangat urgen, sehingga definisi nikah dikaitkan dengan ibahatul wath’i (legalitas berhubungan intim). Dengan ibahah ini, kedua belah pihak bisa melepaskan kepenatan, mencurahkan kasih sayang dan mendapatkan keturunan sehingga hifz al-nasl dapat terrealisasi.

Akan tetapi, disaat yang sama, hubungan seksual merupakan bagian dari cara penularan virus HIV yang sangat ampuh. Sebagian besar penularan HIV terjadi melalui hubungan sexual, selebihnya terjadi secara parenteral dan perinatal. Oleh karena itu, jika salah satu pasangan suami-istri mengidap virus HIV, ia wajib menggunakan kondom. Apabila tetap menolak, maka pasangannya sah menolak hubungan intim (Genito-Genital) dan tidak masuk kategori durhaka secara syar’i.

Sementara hubungan Ano-Genital (liwath)  dan ora genital (oral sex) tetap haram dilakukan. Ano genital dilarang karena melanggar prinsip Syara’, sedangkan ora-genital tidak diperkenankan lantaran cara hubungan ini merupakan tingkat risiko ketiga penularan virus HIV, sehingga diyakini akan melahirkan dlarar bagi pasangannya.

اذا كان أحد الزوجين مصابا بالإيدز. فإن لغير المصاب أن يمتنع عن المعاشرة الجنسية مما سبق ذكره من أن الإتصال الجنسي هو الطريق الرئيسي لنقل العدوى. أما اذا رضي الزوج السليم بالمعاشرة الجنسية فإن الإحتياط يستوجب استعمال العازل الذكرى الذي يقلل من احتمال العدوى والحمل.  (وهبة زهيلى، الفقه الإسلامي وأدلته، بيروت-دار الفكر، الطبعة إحدى وثلاثون، 1430هـ/2009م،  الجزء الثامن، ص. 824)

" Jika salah salah satu dari pasangan suami istri itu terkena penyakit AIDS, maka yang tidak terkena dari pasangan tersebut, boleh menolak untuk melakukan hubungan intim, karena seperti kerterangan yang lalu, bahwa hubungan intim  merupakan media  paling utama untuk penularan penyakit tersebut.  Adapun jika salah satu pasangan ( suami atau istri) yang bersih dari penyakit tersebut, suka rela melakukan hubungan intim, maka sebagai bentuk kehati-hatian, wajib menggunakan kondom yang mana mampu mengurangi resiko penularan penyakit dan kehamilan". (Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Bairut-Dar al-Fikr, cet ke-31, 1430 H/2009 M, Vol: VIII, h. 824)

    Menggungat Fasakh ODHA

Keluarga sakinah adalah salah satu hikmah nikah. Sebuah keluarga dipandang sebagai sakinah manakala dalam rumah tangga tersebut  tenteram, saling menyayangi dan terpenuhi kebutuhan lahir-batin. 

 Hikmah tersebut menjadi berkurang, bahkan bisa hilang, manakala sang suami mengidap HIV. Infeksi HIV secara perlahan akan menghancurkan sistem kekebalan. Ia akan terus bereplikasi dan menginfeksi sampai pada titik tertentu dimana sistem kekebalan tubuh hancur dan tidak mampu melawan infeksi yang menyerang tubuhnya. Ini belum termasuk resiko penularan yang akan muncul pada diri istri dan anak-anaknya.

Dalam posisi ini, si istri diduga kuat akan mengalami tarwi’ (keresahan) sehingga hikmah rumah tangga menjadi terganggu. Dalam kodisi demikian, istri boleh melakukan upaya gugat cerai (fasakh) atau upaya hukum lain untuk mengakhiri ikatan perkawinan.

   

 ( قوله لأن النفس الخ ) علة لعدم المكافأة المذكورة أي لا يكافىء السليمة من العيوب من لم يسلم منها لأن النفس الخ وقول تعاف أي تكره صحبة من به ذلك أي المذكور من الجنون والجذام والبرص لأن الأول يؤدي إلى الجناية والأخيرين يعديان ففي الصحيحين فر من المجذوم فرارك من الأسد وهذا محمول على غير قوي اليقين الذي يعلم أنه لا يصيبه إلا ما قدر له وذلك الغير هو الذي يحصل في قلبه خوف حصول المرض فقد جرت العادة بأنه يحصل له المرض غالبا وحينئذ فلا ينافي ما صح في الحديث لا عدوى لأنه محمول على قوي اليقين الذي يعلم أنه لا يصيبه إلا ما قدر له (أبو بكر بن محمد شطا الدمياطي، إعانة الطالبين، بيروت-دار الفكر، الجزء الثالث ص. 335)

"(Ungkapan penulis: Karena badan dan seterusnya) murupakan alasan (‘illat) atas tidak adanya kesetaraan yang telah disebutkan, yakni orang yang selamat dari aib tidaklah setara dengan orang yang tidak selamat dari aib tersebut, karena badan  dan seterusnya....

Dan ungkapannya : (Tu`afu ) maksudnya ialah dimakruhkan menyertai orang yang terkena hal tersebut. Yakni yang telah disebutkan yaitu, gila, lepra dan kusta karena yang pertama mengakibatkan pada pidana dan dua yang terakhir menular. Dalam kitab Shahihain,  (Shahih al-Bukhori dan Shahih al-Muslim ) disebutkan: Larilah kamu dari orang yang terjangkit penyakit lepra sebagaimana kamu lari dari harimau. Hadis ini untuk yang kuat keyakinannya, yang tahu bahwa tidak ada yang bisa mengenai dirinya kecuali sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah ( takdir) kepadanya. Dan orang yang tidak kuat imannya tersebut adalah  orang yang dalam hatinya masih  ada rasa takut terkena penyakit tersebut. Karena kebiasaan yang terjadi, orang yang menyertai orang sakit tersebut, kebanyakan tertular penyakitnya. Oleh karena itu, hadis ini tidak bertentangan dengan hadis shohih yang berbunyi  “ la `adwa “ ( tidak ada penyakit menular), karena hadis yang ke dua ini untuk orang yang kuat keyakinannya, yang mana ia  tahu bahwa tidak ada yang bisa mengenai dirinya kecuali sesuatu yang telah ditakdirkan untuknya." ( Abu Bakr Muhammad Syatho ad-Dimyathi, I`anah at-Thalibin, Bairut- Dar al-Fikr, Vol:III, h. 335)

(إذا وجد أحد الزوجين بالآخر جنونا ) ، مطبقا أو متقطعا ( أو جذاما ) ، وهو علة يحمر منها العضو ثم يسود ثم يتقطع ويتناثر ، ( أو برصا ) وهو بياض شديد مبقع ( أو وجدها رتقاء أو قرناء ) أي منسدا محل الجماع منها في الأول بلحم ، وفي الثاني بعظم ، وقيل بلحم ويخرج البول من ثقبة ضيقة فيه ( أو وجدته عنينا ) أي عاجزا عن الوطء ( أو مجبوبا ) أي مقطوع الذكر ( ثبت ) للواحد ( الخيار في فسخ النكاح ) لفوات الاستمتاع المقصود منه بواحد مما ذكر قوله : ( أو جذاما أو برصا ) لأن كلّا منهما تعافه النفس ويعدي في الزوج أو الزوجة أو الولد. انتهى.  )شهاب الدين أحمد بن أحمد بن سلامة القليوبي وشهاب الدين أحمد البرلسي، حاشيتا قليوبى وعميرة, مصر- مصطفى البابى الحلبى، الطبعة الثالثة، 1375هـــ/1965م، الجزء الثالث، ص.261 (

 “(Jika salah satu dari pasangan suami istri menemukan pasangannya gila) baik secara terus menerus atau putus, (atau lepra) penyakit yang membuat anggota badan manjadi memerah lalu menghitam, terputus (sendi-sendinya) kemudian terlepas. (atau lepra), yaitu belang yang sangat putih, (atau menemukan istrinya “rotqo`, atau “qurona”) yakni lobang senggamanya tertutup, yang pertama ( rotqo`) tertutup oleh daging, yang kedua (quruna) tertutup oleh tulang. Ada yang mengatakan, tertutup oleh daging, dan air kencing keluar dari lobang kecil didalamnya.  (atau menemukan suaminya impoten), yakni tidak mampu melakukan hubungan intim, (atau putus) yakni dzakarnya terpotong. Maka bagi pasangannya punya hak memilih (khiyar) (dalam membatalkan nikahnya) kerana tidak memungkinkan hubungan intim dengan adanya salah satu dari penyakit tersebut. (atau lepra atau kusta), karena kedua-duanya, tidak disenangi oleh nafs, dan  menular ke suami, atau istri, atau anak". (Syihabuddin Ahmad bin Ahmad bin Salamah al-Qalyubi dan Syihabuddin Ahmad al-Barlasi, Hasyiah Qalyubi wa Umairah, Mesir-Mushtofa al-Babi al-Halabi, cet ke-3, 1375 H/1965, vol: III, hal. 261)

إذا وجد الرجل امرأته مجنونة أو مجذومة أو برصاء أو رتقاء وهي التي انسد فرجها أو قرناء وهي التتي في فرجها لحم يمنع الجماع ثبت له الخيار وإن وجدت المرأة زوجها مجنونا أو مجذوما أو أبرص أو مجبوبا أو عنينا ثبت لها الخيار لما روى زيد بن كعب بن عجرة قال تزوج رسول الله صلى الله عليه وسلم امرأة من بني غفار فرأى بكشحها بياضا فقال لها النبي صلى الله عليه وسلم البسي ثيابك والحقي بأهلك فثبت الرد بالبرص بالخبر وثبت في سائر ما ذكرناه بالقياس على البرص لانها في معناه في منع الاستمتاع (أبو إسحاق الشيرازي، المهذب فى فقه الإمام الشافعي، بيروت-دار الفكر، الجزء الثاني، ص. 48)

Jika seorang suami menemukan istrinya gila atau terjangkit penyakit lepra atau kusta, atau rutaqo, yaitu lubang vaginanya tertutup, atau qurona yaitu lubang vaginanya tertutup  dengan daging yang menghalangi hubungan intim, maka, bagi suami tersebut hak untuk memilih ( khiyar). Jika seorang istri menemukan suaminya gila, atau terjangkit penyakit lepra atau kusta, atau terpotong buah zakarnya, atau impoten, maka istri terebut mempunya hak untuk memilih. Hal tersebut  kerena hadis yang di riwayatkan oleh Zaid bin Ka`b, bin `ajrah, ia berkata: Rasulullah saw. memperistri seoraang perempuan dari bani Ghoffar, lalu beliau melihat  belang putih di sekitar pinggulnya, lalu Rasulullah saw. berkata kapadanya, “Pakailah bajumu, dan pulanglah  ke keluargamu”. Maka berdasarkan hadis ini, pengembalian (pembatalan  nikah), ditetapkan karena penyakit kusta, dan pembatalan karen penyakit lainya yangtelah kami sebutkan, ditetapkan kerna di analogkan  (qiyas) dengan kusta, karena panyakait-penyakit tersebut sama seperti kusta yaitu sama-sama menghalangi hubungan intim". (Abu Ishaq as-Syairaazi, al-Muhadzdzab fi Fiqh al-Imam as-Syafi`i, Bairut- Dar al-Fikr, Vol: II, h. 480)

وفي الصحيح : فر من المجذوم فرارك من الأسد. قال الإمام الشافعي في الأم : وأما الجذام والبرص فإنه أي كلا منهما يعدي الزوج ويعدي الولد ، وقال في موضع آخر : الجذام والبرص مما يزعم أهل العلم بالطب والتجارب أنه يعدي كثيرا ، وهو مانع للجماع لا تكاد النفس أن تطيب أن تجامع من هو به ، والولد قلما يسلم منه وإن سلم أدرك نسله (محمد الخطيب الشربيني، مغني المحتاج مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج، بيروت-دار الفكر، الجزء الثالث، ص. 203)

“Dalam kitab Shahih :Larilah kamu dari orang yang terjangkit lepra seperti kamu lari dari harimau.  Imam Syafi`i berkata dalam kitab al-Umm : Adapun lepra dan kusta, sesungguhnya kedua-duanya dapat menular kepada pasangan dan anaknya. Di tempat lain beliau berkata: Lepra dan kusta menurut dugaan para ahli kedokteran dan riset adalah termasuk penyakit yang banyak menular. Ia termasuk penghalang hubungan intim. Nafs tidak tertarik lagi berhubungan intim dengan orang yang terjangkit penyakit tersebut dan  anaknya  jarang sekali selamat dari penyakit tersebut, dan jika selamat maka penyakit tersebut akan mengenai keturunannya". (Muhammad al-Khotib as-Syarbini, Mughi al-Muhtaj ila Ma’rifati Ma’ani Alfadh al-Minhaj, Bairut-Dar al-fikri, Vol :III, h. 203)

4.    STIGMATISASI DAN DISKRIMINASI TERHADAP ODHA

A.       Deskripsi Masalah

Seseorang yang didiagnosa dengan positif HIV (Odha) akan mengalami masalah fisik, psikologis, sosial, dan spiritual yang luar biasa. Rasa tak percaya dan kenapa harus dia yang terinveksi HIV selalu berkecamuk dalam benaknya. Hal ini tidak hanya karena AIDS belum ditemukan obat penyembuhnya, tetapi juga karena dalam pandangan masyarakat umum, ODHA masih sering dianggap memiliki perilaku yang tercela dan mereka kemudian dilihat sebagai orang yang berhak mendapatkan takdir atas perilaku tercela tadi. Pada saat yang sama masyarakat menyalahkan ODHA sebagai sumber penularan penyakit AIDS.

Pandangan dan pendapat masyarakat tentang HIV&AIDS seperti ini yang akhirnya menimbulkan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. Padahal, tidak semua pengidap HIV itu dampak dari perilaku seks bebas atau homoseksual. Pelaku heteroseksual pun banyak banyak yang tertular HIV&AIDS. Orang yang bukan wanita penjaja seks (WPS) juga merasa aman, padahal banyak kasus HIV&AIDS juga dialami ibu rumah tangga yang saleh dan setia. Bisa jadi orang yang terjerumus pada kesalahan sekali atau dua kali, kemudian bertobat, tetapi kesalahan itu ternyata telah berakbat fatal karena telah menularkan HIV atau sebaliknya tubuhnya tertular HIV.

B.       Pertanyaan

    Apakah hukum stigmatisasi dan diskriminasi terhadap Odha?
    Bagaimana pandangan NU terhadap hak-hak Odha, terutama hak untuk sekolah, hak untuk bekerja, dan hak untuk hidup bermasyarakat?

3.      Apakakah ODHA dapat dikategorikan sebagai kaum dhu’afa yang harus dibantu?

C.    Jawaban

1.      Hukum Stigmatisasi dan Diskriminasi terhadap ODHA

Penularan virus HIV terjadi karena adanya kontak langsung dinding sel tubuh yang terbuka dengan cairan tubuh pengidap HIV melalui darah, sprema, cairan vagina, cairan preseminal dan air susu ibu. Penularan tersebut bisa jadi dalam situasi tidak melanggar syari’at, semisal dalam kasus hubungan suami istri dimana salah satunya terjangkit HIV, menyusui anaknya, dan transfusi darah. Akan tetapi sangat dimungkinkan penularan tersebut disebabkan oleh hal-hal yang melanggar syari’at, seperti seks bebas, ano-genital, dan narkoba.

Oleh karena itu, perlu adanya penyadaran kepada semua pihak terhadap cara-cara penularannya, terutama yang melanggar syari’at. Harus ada ikhtiar secara massif untuk melindungi putera-puteri kita agar tidak terjerumus dalam perilaku menyimpang. Hal ini bukan hanya karena merugikan secara fisik, tetapi lebih karena perbuatan tersebut terkutuk. Kesadaran beragama, pencerahan, bimbingan, dan konseling  harus terus dikanpanyekan dan diusahakan. Ini adalah tugas para ulama, kiai, tokoh masyarakat, guru, orang tua, dan semual elemen masyarakat. Dalam ukuran tertentu, penyadaran saja malah tidak cukup. Harus ada intervensi kekuasaan dari para umara’. Sayyidina Utsman berkata:

إن الله ليزع بالسلطان ما لا يزع بالقرأن. (بهاء الدين محمد بن يوسف بن يعقوب الجندي الكندي، السلوك في طبقات العلماء والملوك، تحقيق محمد بن علي بن الحسين الأكوع الحوالي، صنعاء-مكتبة الإرشاد، 1995م، الجزء الأول، ص. 64)

“Sesungguhnya Allah mengatur dengan kekuasaan (pemerintah) sesuatu yang tidak diatur dengan al-Quran”. ( Bahauddin Muhammad bin Yusuf, bin Ya`qub al-Jundi al-Kindi, as-Suluk fi Thabaqat al-Ulama wa al-Muluk, tahqiq, Muhammad bin Ali bin Husain  al-Akwa` al-Hawali, Shan`a-Maktabah al-Irsyad, 1995 M, Vol: I, h. 640)

Mengingat cara penularannya dimungkinkan melalui hal-hal yang tidak melanggar syari’at, maka orang yang telah terjangkit virus HIV&AIDS tidak boleh begitu saja dituduh sebagai ‘ashi (orang yang maksiat)  karena boleh jadi dia tertular melalui sebab-sebab yang sah. Sebaliknya, orang yang sehat wal-afiyat juga tidak mesti lebih bersih dibanding mereka. Oleh karena itu, sikap yang paling baik adalah menghindari prasangka buruk (su’u al-dzann), termasuk stigmatisasi kepada penderita HIV&AIDS.

 Allah SWT. Berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ [الحجرات/12]

“Wahai orang-orang yang beriman, hindarilah banyak persangka, karena sesungguhnya sebagian dari perasangka itu dosa". (QS. Al-Hujurat:12)

Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah Nabi bersabda:

إياكم والظن فإن الظن أكذب الحديث (متفق عليه)

"Jauhkan dirimu dari prasangka, karena perangsangka adalah perkataan yang yang paling bohong". (HR.Bukhori-Muslim)

Bahkan, terhadap mereka yang nyata-nyata terinfeksi HIV melalui cara-cara yang tidak sah secara sya’i, caci maki dan mengolok-olok tetap tidak boleh dilakukan. Dalam sebuah Hadits, Nabi bersabda:

من عير أخاه بذنب لم يمت حتى يعمله (أخرجه الترمذي)

"Barang siapa yang mencela saudaranya dengan suatu dosa, maka dia tidak akan meninggal sampai dia melakukan dosa tersebut". (HR.Tirmidzi)

Syech Ibn Zaid ketika manafsiri firman Allah—ksebagaimana dikemukakan oleh Imam al-Qurtubi dalam Tafsirnya—:  “lā yaskhar qawmun min qawmin”, berkata:

لا يسخر من ستر الله عليه ذنوبه ممن كشفه الله، فلعل إظهار ذنوبه في الدنيا خير له في الآخر. (القرطبي، الجامع لأحكام القرآن، تحقيق: هشام سمير البخاري، الرياض-دار عالم الكتب،  1423هـ/ 2003م، الجزء السادس عشر، ص. 325)

"Janganlah orang yang telah ditutupi dosanya oleh Allah Swt mengolok –olak orang yang teleh dibuka dosanya oleh Allah Swt boleh jadi terbukanya dosanya di dunia lebih baik baginya dari pada terbuka dosanya di akhirat". (Al-Qurthubi, al-Jami` li Ahkam Al-Quran, Tahqiq Hisyam Samir Al-Bukhori, Riyadl-Daru Alami al-Kutub, 1423. H/ 2003. M, Vol:  XVI, h. 325)

Dalam kitab yang sama dijelaskan pula:

)وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ ( في قوله: {أنفسكم} تنبيه على أن العاقل لا يعيب نفسه، فلا ينبغي أن يعيب غيره لأنه كنفسه(القرطبي، الجامع لأحكام القرآن، تحقيق: هشام سمير البخاري، الرياض-دار عالم الكتب،  1423هـ/ 2003م، الجزء الساديس عشر، ص. 327)

"(Dan Janganlah kalian saling mencela diri kalian)…”Firman Allah( anfusikum ) mengandung makna peringatan bahwa orang yang berakal tidak menghina dirinya, maka dia tidak boleh menghina orang lain, kerena orang lian tersebut sejatinya seperti dirinya". (al-Qurthubi, al-Jami` li Ahkam al-Qur`an, tahqiq: Hisyam Samir al-Bukhari, Riyadl-Daru Alam al-Kutub, 1433 H/2003 M, Vol: 16, h. 328)

2.      Hak-hak ODHA

Berhubung menurut para pakar kedokteran dan kesehatan, penularan virus HIV&AIDS hanya terjadi karena adanya kontak langsung dinding sel tubuh yang terbuka dengan cairan tubuh pengidap HIV melalui darah, sprema, cairan vagina, cairan preseminal dan air susu ibu , maka tidak ada alasan yang bisa dibenarkan untuk menyisihkan penderita HIV&AIDS dari pergaulan. Oleh karena itu, mereka tetap berhak untuk bekerja, bersekolah, dan hidup bermasyarakat bersama orang-orang yang sehat. Wahbah al-Zuhaily menjelaskan:

بناء على ما تقدم فإن عزل المصابين من التلاميذ أو العاملين أوغيرهم عن زملائهم الأصحاء ليس له ما يسوغه. (وهبة الزحيلي،الفقه الإسلامي وأدلته، بيروت-دار الفكر، الطبعة إحدى وثلاثون، 1430هـ/2009م، الجزء الثامن، ص. 822)

"Berdasarkan atas keterangan yang telah lalu, maka tidak ada alasan yang dibenarkan mengisolasi para siswa atau pekerja atau lainnya yang terjangkit penyakit AIDS dari teman-teman mereka yang sehat". (Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Bairut-Dar al-Fikr, cet ke-31, 1430 H/2009 M, Vol: VIII, h. 822)

Di sisi yang lain, ODHA secara sosial memiliki kewajiban yang melekat dalam dirinya, seperti menjaga agar virus HIV yang dideritanya tidak menular kepada pihak-pihak lain. Mereka tidak boleh secara sengaja menularkan virus tersebut kepada orang lain, termasuk anak istrinya, sebagaimana keputusan  Rabithah al-‘Alam al-Islāmiy dalam muktamar ke IX tahun 1995 di Abu Dhabi.

تعمد نقل العدوى بمرض نقص المناعة المكتسب (الأيدز) إلى السليم منه بأية صورة من صور التعمد عمل محرم، ويعد من كبائر الذنوب والآثام، كما أنه يستوجب العقوبة الدنيوية، وتتفاوت هذه العقوبة بقدر جسامة الفعل وأثره على الأفراد وتأثيره على المجتمع.

فإن كان قصد المتعمد إشاعة هذا المرض الخبيث في المجتمع، فعمله هذا يعد نوعاً من الحرابة والإفساد في الأرض، ويستوجب إحدى العقوبات المنصوص عليها في آية الحرابة ( سورة المائدة - آية 33 ).

وإن كان قصده من تعمد نقل العدوى إعداء شخص بعينه وتمت العدوى ولم يمت المنقول إليه بعد، عوقب المتعمد بالعقوبة التعزيرية المناسبة، وعند حدوث الوفاة ينظر في تطبيق عقوبة القتل عليه.

وأما إذا كان قصده من تعمد نقل العدوى إعداء شخص بعينه ولكن لم تنتقل إليه العدوى، فإنه يعاقب عقوبة تعزيرية. (وهبة الزحيلي،الفقه الإسلامي وأدلته، بيروت-دار الفكر، الطبعة إحدى وثلاثون، 1430هـ/2009م، الجزء الثامن، ص. 822)

"Sengaja menularkan penyakit yang menyerang sistem ketahanan tubuh (AIDS ) kepada orang yang selamat dari penyakit tersebut, dengan cara apapun, hukumnya haram, dan termasuk dosa dan pelanggaran  besar. Pelaku perbuatan tersebut harus mendapatkan  hukuman dunia. Hukuman ini berbeda-beda sesuai dengan besarnya perbuatan tersebut dan dampaknya terhadap individu dan masyarakat.

Jika tujuan orang yang dengan sengaja menularkan virus tersebut, menyebar luaskan penyakit kotor ini di masyarakat, maka perbuatannya tersebut merupakan salah satu bentuk khirabah ( memerangi Allah dan Rasulnya) dan perusakan di muka bumi, pelakunya harus dihukum ddengan salah satu hukuman yang tercantum dalam ayat khirabah, surat Al-Maidah, ayat: 33.

Jika tujuan orang yang dengan sengaja menularkan penyakit tersebut adalah menyerang diri seorang, dan penularan itu benar terjadi, akan tetapi orang yang tertular tersebut tidak meninggal, maka orang yang dengan sengaja menularkan tersebut dihukum dengan hukuman yang sesuai. Dan jika terjadi kematian, maka dilihat dalam praktekkan  hukuman bagi pembunuh. Adapun jika tujuan orang yang dengan sengaja menularkan virus tersebut menyerang diri seseorang, takan tetapi tidak terjadi penularan, maka orang tersebut cukup dengan dijatuhi hukuman ta`zir (hukuman yang tujuannya untuk mendidik)". (Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Bairut-Dar al-Fikr, cet ke-31, 1430 H/2009 M, Vol: VIII, h. 822)

3.      ODHA adalah Kaum Dhu’afa

Penyebab seseorang terinfeksi virus HIV bisa jadi melalui cara-cara yang benar atau cara-cara yang melanggar. Apapun penyebabnya, hasilnya adalah mereka menjadi sakit, dan oleh karena itu menjadi kaum dhu’afa yang perlu  mendapatkan perhatian, santunan dan support, baik moral maupun materiil. Nabi bersabda:

عن أنس رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم انصر أخاك ظالما أو مظلوما فقال رجل يا رسول الله أنصره إذا كان مظلوما أفرأيت إذا كان ظالما كيف أنصره قال تحجزه أو تمنعه من الظلم فإن ذلك نصره (رواه البخاري)

 “Dari Anas r.a. dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Tolonglah saudaramu yang lalim atau yang terlalimi. Lalu seorang laki-laki bertanya, wahai Rasulullah, aku bisa menolongnya jika di lalimi, baritahu kami, bagaimana jika lalim, bagai mana aku menolongnya. Nabi menjawab: “Kamu halangi dia, atau cegah dia dari perbuatan lalim, sesungguhnya demikian itulah cara menolongnya". (HR. al-Bukhori)

Yusuf al-Qardhawi mengatakan,

المريض إنسان ضعيف يحتاج إلى الرعاية والمساندة. والرعاية أو المساندة ليست مادية فحسب كما يحسب الكثيرون بل هي مادية ومصنوية معا. (يوسف القرضاوى, فتاوى معاصرة، بيروت-دار القلم، الطبعة التاسعة، 1422هـ/2001م، الجزء الثاني، ص. 560)

"Orang sakit itu manusia lemah yang membutuhkan perawatan dan dukungan. Rawatan dan dukungan ini tidak hanya secara materi saja, sebagai mana pandangan kebanyakan orang, tetapi materi dan non materi sekaligus". (Yusuf al-Qardhawi, Fatawa Mu`ashirah, Bairut-Dar al-Qalam, cet ke-9, 1422 H/2001 M, Vol: II, h. 560)

 Wahbah al-Zuhaily menyatakan:

من حق المصاب بعدوى الإيدز أن يحصل على العلاج والرعاية الصحية اللذين تتطلبهما حالته الصحية، مهما كانت طريقة إصابته بالعدوى. (وهبة الزحيلي،الفقه الإسلامي وأدلته، بيروت-دار الفكر، الطبعة إحدى وثلاثون، 1430هـ/2009م، الجزء الثامن، ص.825)

"Diantara hak orang yang terjangkit penyakit AIDS adalah hak pengobatan dan perawatan kesehatan, yang mana kedua hal tersebut ia  butuhkan  ketika  masih sehat, apapun media yang menyebabkan ia terkena penyakit tersebut ". (Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Bairut-Dar al-Fikr, cet ke-31, 1430 H/2009 M, Vol: VIII, h. 825)

5.         PENGGUNAAN METADON DAN ALAT SUNTIK

A.  Deskripsi Masalah

Penyebaran HIV di Indonesia sangat mengkhawatirkan dan menjadi ancaman serius bagi bangsa. Berbagai langkah penanggulangan AIDS sudah ditempuh, namun langkah tersebut tampaknya tidak cukup gesit melampau penyebaran penyakit ini yang begitu cepat. Penyebaran virus mematikan yang belum ditemukan obatnya ini sebagian besar disebabkan oleh pola hubungan seksual tidak aman dan melalui transfusi darah dengan alat suntik tidak steril yang dilakukan oleh Pengguna Napza Suntik (Penasun).

Untuk mencegah penyebaran HIV&AIDS yang disebabkan oleh Penasun, pemerintah telah membuat kebijakan tentang pemberian Layanan Alat Suntik Steril dan Terapi Rumatan Metadon bagi Penasun. Karena realita di lapangan menunjukkan bahwa menghentikan seorang pecandu narkoba (Penasun) itu tidak mudah, karena jika ia berhenti memakai narkotika akan menyebabkan sakaw atau gejala putus obat.

Permasalahannya adalah memberikan layanan alat suntik steril bagi Penasun bisa saja dianggap membiarkan atau melegalkan penyalahgunaan narkotika. Dan sama halnya layanan alat suntik steril, terapi rumatan metadon yang bahannya dari narkotika juga bisa dianggap melegalkan penyalahgunaan narkotika. Sementara itu penyalahgunaan narkotika merupakan perbuatan yang dilarang baik oleh agama maupun negara.

B.       Pertanyaan

    Bagaimanakah hukum pendistribusian jarum suntik steril untuk pencegahan HIV bagi penasun?
    Bagaimanakah hukum penggunaan metadon sebagai ganti narkoba suntik untuk pencegahan HIV?

C.       Jawaban

1.      Distribusi Jarum Suntik Steril untuk Pencegahan HIV&AIDS

Melindungi masyarakat dari narkoba adalah kewajiban negara yang tidak bisa ditawar. Negara harus senantiasa membuat regulasi untuk menghilangkan, minimal mempersempit, supply dan peredaran narkoba sebagai upaya hizzl al-nafz dan hifdz‘aql.

Ternyata, penggunaan narkoba memiliki efek domino yang menggurita. Dampak negatif narkoba senyatanya tidak berhenti pada dirinya sendiri, tapi sudah mengancam keluarga dan lingkungannya. Penggunaan jarum suntik secara bergantian sangat potensial menjadi media penularan HIV dari satu penasun ke yang lain.

Untuk menyelesaikannya,  Polisi dan aparat terkait harus menghentikan supply dan distribusinya, para ulama dan tokoh masyarakat melakukan penyadaran publik, sementara para dokter dan paramedis harus melokalisir penularan virus HIV dan merehabilitasinya. Berdasarkan data, salah satu cara yang cukup efektif adalah mengontrol perilaku para penasun. Mereka harus menggunakan jarum steril agar tidak menular pada yang lain, dan pada saat yang sama mereka diturunkan konsumsi narkobanya, untuk selanjutnya dialihkan pada metadon hingga akhirnya direhabilitasi. Dengan demikian, maka pembagian jarum suntik steril kepada penasun hukumnya mubah (ditolerir) karena disatu sisi merupakan ikhtiar pengurangan penularan virus HIV dan disisi lain merupakan proses penyembuhan penasun secara bertahap.

القسم الثاني الوسائل والمشهور في الاصطلاح عند أصحابنا التعبير عنها بالذرائع وهي الطرق المفضية إلى المقاصد قيل وحكمها حكم ما أفضت إليه من وجوب أو غيره إلا أنها أخفض رتبة في حكمها مما أفضت إليه فليس كل ذريعة يجب سدها بل الذريعة كما يجب سدها يجب فتحها (القرافي، أنوار البروق في أنواع الفروق، تحقيق: خليل المنصور، بيروت- دار الكتب العلمية، 1418هـ/ 1998م، الجزء الثاني، ص. 60)

"Bagian yang kedua  adalah, perantara, dikalangan sahabat kami, perantara ini masyhur disebut dengan dzarai`, yaitu, suatu cara yang menghantaran sampai pada tujuan. Diceritakan: Hukumnya perantara tersebut sama dengan hukum dari tujuan dari perantara tersebut, yaitu berupa wajib atau lainnya. Hanya saja, hukum yang ada perantara tersebut lebih ringan dari pada hukum yang ada pada tujuan perantara tersebut. Maka tidak semua dzari`ah ( perantara) wajib ditutup, akan tetapi  sebagai mana ada perantara yang wajib ditutup, ada juga yang wajib dibuka". (Al-Qarafi, Anwar Al-Buruq fi  Anwa`i al-Furuq, tahqiq, Khalil Manshur, Bairut- Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1418 H./ 1998, Vol :II hal. 60)

الضرر الأشد يزال بالضرر الأخف

“Bahaya yang lebih besar dihilangkan dengan bahaya yang lebih ringan”

2.      Metadon sebagai Ganti Narkoba Suntik untuk Pencegahan HIV&AIDS

Untuk merehabilitasi pecandu narkoba, ada serangkaian proses yang harus dilakukan. Salah satunya adalah mengalihkan ketergantungan itu dari putau yang cara konsumsinya melalui jarum suntik ke metadon yang berbentuk cair. Penggunaan metadon ini pada dasarnya tidak ada hubungannya dengan HIV, namun dengan sendirinya menghilangkan efek penularan virus HIV karena tidak dikonsumsi dengan jarum suntik.

Dengan demikian, pemberian terapi rumatan Metadon hukumnya mubah karena sebagai strategi yang di duga kuat mampu memberantas penyalahgunaan narkotika secara bertahap. Memang metadon memiliki efek negatif, namun tidak sebesar narkoba. Ia hanya menyebabkan fly, tapi bukan iskar. Dengan demikian, penggunaan metadon ini masuk dalam kaidah:

الضرر الأشد يزال بالضرر الأخف

"Bahaya yang lebih besar dihilangkan dengan bahaya yang lebih ringan"

وأن للفقير أن يداوي قلبه ببعض المحرمات ليدفع عنه محرما أخر هو أشد منه قياسا على مداواة الأجسام، والأمراض إنما تداوى بأضداد عللها، وأن هلاك الأبدان من هلاك القلوب والله أعلم. (الشيخ إحسان، سراج الطالبين، بيروت-دار الفكر، الجزء الأول، ص. 33)

"Sesungguhnya orang yang fakir boleh mengobati hatinya dengan sebagian sesuatu yang haram untuk menolak sesuatu yang yang haram lainnya yang lebih besar, hal ini dianalogkan (qiyas) dengan pengobatan badan. Penyakit itu hanya bisa diobati dengann kebalikan dari sebabnya. Dan sesungguhnya hancurnya badan itu disebabkan dari hancurnya hati. Wallahu a`lam". (Syaikh Ihsan, Siraj at-Thalibin, Bairut-Dar al-Fikr,  Vol:  I, hal.33)

6.       LOKALISASI GUNA MEMINIMALISIR PENULARAH HIV

A.  Deskripsi Masalah

HIV&AIDS telah benar mewabah di Indonesia. Penyebarannya pun sudah sampai pada hampir semua kabupaten di Indonesia. Penyakit HIV yang salah satu penularannya disebabkan oleh pola hubungan yang tidak aman ini sering dialamatkan pada pekerja seks yang menjadi biang keladinya. Terlepas dari itu, wabah AIDS sudah menjadi ancaman serius bagi bangsa.

Untuk meminimalisir penularan HIV, salah satu Strategi Nasional dalam penanggulangan HIV&AIDS yang sedang dikembangkan adalah membentuk organisasi komunitas yang akan menjadi wadah bagi mereka untuk turut berpartisipasi dalam program penanggulangan HIV&AIDS. Tindakan-tindakan stigmatik dan kriminalisasi terhadap pekerja seks menjadi tidak bisa dibenarkan. Walaupun sudah jelas bahwa perzinaan atau seks bebas merupakan perbuatan yang dilarang agama, namun dalam konteks penanggulangan AIDS tidak boleh membeda-bedakan.

B.     Pertanyaan

Bagaimana pandangan NU terhadap lokalisasi sebagai sarana untuk meminimalisir penularan HIV dan inveksi menular seks lainnya di masyarakat?

C.     Jawaban

Kewajiban pemerintah  adalah menegakkan keadilan bagi masyarakat sehingga kemaslahatan tercapai. Pemerintah harus membuat regulasi yang melarang  praktek perzinahan dan pada saat yang sama menegakkan regulasi tersebut. Inilah maslahah ‘ammah yang wajib dilakukan pemerintah.

  تصرف الإمام على الرعية منوط بالمصلحة

“perlakuan  (kebijakan) imam  atas rakyat mengacu pada maslahat”

Lokalisasi hadir sebagai solusi pemerintah untuk mengurangi dampak negatif perzinahan, bukan menghalalkannya. Dengan dilokalisir, efek negatif perzinahan dapat dikelola dan dikontrol sehingga tidak menyebar ke masyarakat secara luas, termasuk penyebaran virus HIV. Dengan kontrol yang ketat dan penyadaran yang terencana, secara perlahan keberadaan lokalisasi akan tutup dengan sendirinya karena para penghuninya telah sadar dan menemukan jalan lain yang lebih santun.

Tujuan ini akan tercapai manakala program lokalisasi dibarengi dengan konsistensi kebijakan dan usaha secara massif untuk menyelesaikan inti masalahnya. Kemiskinan, ketimpangan sosial, peyelewengan aturan, dan tatatan sosial harus diatasi. Mereka yang melakukan praktik perzinahan di luar lokalisasi juga harus ditindak tegas. Jika saja prasyarat tersebut dilakukan, tentu mafsadahnya lebih ringan dibanding kondisi yang kita lihat sekarang.

الضرر الأشد يزال بالضرر الأخف (  ابن النجيم  الحنفي ،  تحقيق مطيع الحافظ , الأشباه والنظائر، بيروت- دار الفكر ،  ص: 96)

“Bahaya yang lebih besar dihilangkan dengan bahaya yang lebih ringan.” ( Ibn Nujaim Al-Hanafi, al-Asybah wa an-Nazhair, tahqiq Muthi` Al-Hafidz, Bairut-Dar Al-Fikr, hal: 96)

فإنكار المنكر أربع درجات الأولى أن يزول ويخلفه ضده الثانية أن يقل وإن لم يزل بجملته الثالثة أن يخلفه ما هو مثله الرابعة أن يخلفه ما هو شر منه فالدرجتان الأوليان مشروعتان والثالثة موضع اجتهاد والرابعة محرمة (ابن قيم الجوزية، إعلام الموقعين عن رب العالمين، تحقيق : طه عبد الرءوف سعد, بيروت-دار الجيل، 1983م، الجزء الثالث، ص. 4)

"Inkar terhadap perkara yang munkar itu ada empat tingkatan. Pertama : perkara yang munkar hilang  dan digantikan oleh kebalikannya ( yang baik atau ma’ruf); kedua : perkara munkar berkurang sekalipun tidak hilang secara keseluruhan; ketiga : perkara munkar hilang digantikan dengan kemunkaran lain yang kadar kemungkrannya sama. Keempat: perkara munkar hilang digantikan oleh kemungkaran yang lebih besar. Dua tingkatan yang pertama diperintahkan oleh syara’, tingkatan ketiga merupakan ranah ijtihad, dan tingkatan keempat hukumnya haram". (Ibn Qoyyim al-Jauziyah, I’lam al-Muwaqi'in an Rabbi al-‘Alamin, tahqiq: Thaha Abdurrouf  Saad, Bairut- Dar al-Gel, 1983. M, vol: III, h. 40)

Sabtu, 12 Oktober 2013

DAFTAR HADIR RAPAT PERDANA LEMBAGA KESEHATAN PENGURUS WILAYAH NAHDLATUL ULAMA PROPINSI LAMPUNG PRIODE 2013-2017

Posted by SYIFA'UL UMMAH LKNU On 20.23

DAFTAR HADIR RAPAT PERDANA
LEMBAGA KESEHATAN 
PENGURUS WILAYAH NAHDLATUL ULAMA
PROPINSI LAMPUNG
PRIODE 2013-2017

Sabtu, 12 Oktober 2013 di Kantor PWNU Lampung

NO               NAMA                    JABATAN                                LEMBAGA                  NO.TELP
1.     ERLINA                       KETUA                                     LKNU LAMPUNG         085366597516
2.     M. ASYIHIN               SEKRETARIS                           LKNU LAMPUNG         085357670621
3.     DARIS SALAM          WAKIL SEKRETARIS             LKNU LAMPUNG               -
4.     KASMA BETTY         SEKRETARIS                          MUSLIIMAT NU             08127972351
5.     IMAM MAHALI                 -                                         LDNU                             085269262993
6.     TITUT SUDIONO       WAKIL KETUA                      LKNU LAMPUNG          082119231997
7.     A. AAN YLY R                -                                           IPNU                                 081369700059
8.     ARIS ALI RIDO          WAKIL SEKRETARIS            LKNU LAMPUNG          0816401651
9.     AHMAD NASUHA     WAKIL SEKRETARIS            LKNU LAMPUNG         085279934036
10.    PETI NALIA               BENDAHARA                        LKNU LAMPUNG          081218911507
11.   MUHIDIN                    WAKIL SEKRETARIS            PWNU LAMPUNG              -


HASIL DISKUSI RAPAT :

1. KASMA BETTY
- Muslimat bisa dilibatkan dalam setiap kegiatan LKNU Lampung
- Pertemuan Rutin harus diulakukan dalam mengevaluasi program
- Muslimat memiliki kader kesehatan yang terlatih
- Muslimat mnemiliki anggota Majlis Ta'lim yang tersebat di Kota Bandar Lampung dan Lampung

2. IMAM MAHALI
- Dalam kaderisasi harus lebih dahulu memberdayakan kader-kader NU
- LDNU perlu diberikan sentuhan tentang ilmu kesehatan oleh LKNU
- Dibuatnya format laporan untuk mempermudah dalam pelaporan kegiatan
- Melakukan Sosialisasi isu kesehatan di sekolah-sekolah islam
- harus ada kader kesehatan NU di setiap desa- desa

3. AHMAD NASUHA
- Dilakukannya sosialisasi Hasil bahtsul masa'il tentang penanggulangan HIV AIDS
- Adanya dukungan dari LDNU untuk mengutus Dai-dai ikut serta dalam sosialisasi Penanggulangan HIV ADIS
- diharapkan LKNU bisa masuk kesemua lini
- Akan ada pembahasan bahtsul masa'il tentang puasanya ODHA

4. MUHIDIN
- Perlu dibahas persiapan pembentukan PIKM NU
- Kader NU diharuskan membuat tulisan di Koran

5. ERLINA
- LKNU diharapkan dapat melakukan kunjungan ke Komisi 5 DPRD
- LKNU diharapkan melakukan kunjungan ke Mitra-mitra NU
- segera dibentuk Tim penyusun Blog LKNU dan Buletin Mingguan LKNU

6. TITUT
- Perlu dibuatnya BLOG LKNU
- LKNU harus memiliki data akurat tentang hiv aids
- Kegiatan mitra LKNU bisa di masukan didalam Buletin LKNU
- Launching PIKM NU Bisa dibarengi dengan penandatangan MOU dengan mitra lain
- Adanya penandatanganan seluruh mitra terkaid berkenaan jihad melawan HIV AIDS


7. A. AAN ULY R
- Sebagai kader, saya sudah melakukan sosialisasi penanggulangan HIV AIDS di 2 Komisariat IPNU

8. DARIS SALAM
- Sudah melakukan pengobatan korban narkoba dibeberapa wilayah
- Setiap malam jumat diadakan istigosah dan pengobatan Korban Narkoba di Kantor PCNU
- Diharapkan LKNU tidak hanya bekerjasama dengan kalangan islam saja tapi bisa dengan organisasi-organisasi non-muslim


Sekian, terimakasih.

salam
asyihin

Kamis, 10 Oktober 2013

BULETIN LKNU (rintisan Awal oleh M. Asyihin)

Posted by SYIFA'UL UMMAH LKNU On 22.49

Berikut adalah buletin LKNU Provinsi Lampung






LKNU Lampung terus membuat terobosan salah satunya dengan membuat buletin yang mana buletin tersebut akan disebarkan keseluruh lapisan masyarakat agar Masyarakat dapat lebih mudah mendapatkan informasi khususnya mengenai isu-isu kesehatan terkini.

Rabu, 04 September 2013

LKNU Lampung Gelar Sosialisasi Bahtsul Masail HIV AIDS

Posted by SYIFA'UL UMMAH LKNU On 19.40

Dari Laporan Kementerian Kesehatan Periode Januari – Juni 2012 terungkap jumlah angka kasus AIDS pada ibu rumah tangga mencapai 936 kasus, dibanding kan dengan pekerja seks yang hanya mencapai 36 kasus.

Data tersebut menggaris bawahi bahwa kalangan ibu rumah tangga yang suaminya memiliki perilaku berisiko tertular HIV berpotensi lebih besar tertular HIV AIDS dan infeksi menular lainnya di banding wanita pekerja seks (WPS), inilah pentinganya kehadiran PW LKNU Lampung untuk menjadi bagian untuk menyelesaikan masalah tersebut, demikian disampaikan KH. Ahmad Ishomuddin, M. Ag (Rois Syuriyah PBNU sekaligus Dosen IAIN Raden Intan Lampung) ketika menjadi pembicara dalam Sosialisasi Hasil Bahtsul Masail Nasional HIV-AIDS yang di gelar PW LKNU Lampung di lantai III Hotel Andalas Permai, Bandar Lampung, beberapa waktu lalu.

Muhammad Asyihin selaku sekretaris PW LKNU Lampung mengatakan, beberapa tema yang di angkat dalam Sosialisasi Hasil Bahtsul Masail Nasional HIV-AIDS tersebut antara lain ; pertama, upaya penanggulangan HIV-AIDS. Kedua, sosialisasi penggunaan kondom untuk mencegah AIDS. Ketiga, pernikahan ODHA. Keempat, stigmatisasi dan diskriminasi terhadap ODHA. Kelima, penggunaan metadon dan alat suntik. Keenam, lokalisasi guna meminimalisir penularan HIV.

Sosialisasi Hasil Bahtsul Masail Nasional HIV-AIDS PW LKNU Lampung Dihadiri tokoh-tokoh NU Lampung lintas sektoral dan stakeholders, antara lain : KH. Ihya Ulumuddin (Katib Syuriyah PW NU Lampung), Dr. Abdul Syukur, M. Ag (Dosen Pasca Sarjana IAIN Raden Intan Lampung), dr. Ahmad Farich, MM (Wakil Katib Syuriyah PWNU Lampung), Drs. Aryanto Munawar (Sekretaris PW NU Lampung), PP LKNU, Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, PKBI, Muslimat NU, GP Ansor, Fatayat NU, IPNU, IPPNU, PAGAR NUSA, RMI, ISNU, PMII dan aktivis muda NU lainnya.

Sebelum Sosialisasi Hasil Bahtsul Masail Nasional HIV-AIDS di laksanakan pelantikan dan pengukuhan Pengurus Wilayah Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (PW LKNU) Provinsi Lampung Masa Khidmat 2013-2017 berdasarkan SK dari PWNU Lampung Nomor : 047/KPTS-PWNU/BE/A.II/V/2013 tanggal 29 Mei 2013. Pelantikan di laksanakan oleh Wakil Ketua Tanfidziyah PW NU Lampung sekaligus Penasehat PW LKNU Lampung, H. Okta Rijaya, M.M

Berikut Susunan Pengurus Wilayah Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (PW LKNU) Provinsi Lampung masa khidmat 2013-2017. Penasehat : Dr. Abdul Syukur, M. Ag dr. Ahmad Farich, MM H. Okta Rijaya, M.M Ichwan Ajiwibowo, S.Pd dr.Ulinuha Ketua: Erlina, S.P, M.H Wakil Ketua : dr.Rahmi dr. Fera Asep Satriana Dr. Erina Pane, S.H, M.H Titut Sudiono, S.H.I Sekretaris : Muhammad Asyihin, S.Pd Wakil Sekretaris : Ust. Daris Salam Aris Ali Ridho, S.I.P Ust. Nasuha Chandra, S.Kom Elyan Deta, S.Pd Bendahara : Petinalia, S.Pd Wakil Bendahara : Yulistia Elena, S.P (451/lpg)

Rabu, 10 April 2013

NU Lampung Serukan Jihad Melawan HIV/AIDS

Posted by SYIFA'UL UMMAH LKNU On 20.20

Human Immunodeficiency Virus/AcquiredImmunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan wabah serius yang bukan hanya menjadi persoalan kesehatan semata, melainkan sudah menjadi persoalan sosial dengan berbagai aspek lainnya. Karena itu, organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), merasa terpanggil untuk memerangi penyebaran virus mematikan yang menghantui masyarakat. Melalui gerakan jihad NU akan melawan penularannya yang terus meluas saat ini. Genderang perang terhadap HIV/AIDS disampaikan oleh Ketua Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Lampung K.H. R. Soleh Bajuri saat memberikan sambutan pada pertemuan antarmitra NU dalam penanggulangan HIV/AIDS di aula setempat, Sabtu (6/4).

Sesuai Hadis Rasulullah saw. berbunyi “Bukan umatku (Rasulullah) jika tidak peduli terhadap sesama”. Atas dasar itu, NU terpanggil untuk ikut serta mengatasi penularan HIV/AIDS ini. Menurut dia, jihad melawan penularan HIV/AIDS bukan sekadar slogan bagi PWNU Provinsi Lampung dan seluruh nahdliyin. Ia mengajak warga nahdliyin menjadi garda terdepan penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS. PWNU Lampung menggarisbawahi pentingnya upaya nyata yang telah teruji dan dengan melibatkan semua unsur, termasuk pemerintah, ulama, dan masyarakat dalam penanggulangan HIV AIDS di Sang Bumi Ruwa Jurai. “Para kader dan generasi muda Nahdlatul Ulama harus berada di garda terdepan dalam mengampanyekan ancaman dan bahaya HIV/AIDS serta pencegahan dan penanggulangannya secara arif dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ahlussunnah wal jamaah,” ujarnya dalam siaran persnya, kemarin. Selain itu, ormas keagamaan ini bahumembahu dengan merangkul berbagai elemen masyarakat dan mitra kerja terkait untuk memerangi penyebaran virus mematikan tersebut. Seperti menjalin kerja sama dengan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Lampung dan Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Lampung, Skala Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Lampung, Saburai Support Group (SSG) Lampung. “NU memiliki beberapa program dalam penanggulangan HIV/AIDS, salah satunya yaitu penjangkauan populasi kunci yang saat ini dikerjakan oleh Skala PKBI selaku SSR NU dan dukungan ODHA dalam bentuk pendampingan yang saat ini dikerjakan oleh SSG Lampung,” ujar dia. Kerja sama ini diharapkan dapat mencapai tujuan pemerintah, yakni three zeroes (tidak ada infeksi baru, tidak adanya diskriminasi terhadap ODHA, dan tidak ada yang meninggal karena AIDS). Ambil Peran Mengapa NU harus mengambil peran dalam penanggulangan HIV/AIDS? KH. R. Soleh Bajuri menjelaskan sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, NU memiliki basis di seluruh daerah di semua wilayah Indonesia, khususnya di Provinsi Lampung.

NU adalah organisasi sosial keagamaan (jamiyyah diniyyah ijtimaiyyah) yang lahir pada 31 Januari 1926 dengan jaringan kepengurusan dari pusat (PBNU) sampai pada titik terbawah di tengah-tengah masyarakat (PAR). NU bertujuan melaksanakan dan mempertahankan ajaran ahlusunnah wal jamaah dalam bidang teologi, fikih, dan tasawuf. Di samping juga untuk membawa kedamaian dan kesejahteraan bagi anggota dan masyarakat pada umumnya. Ia menjelaskan NU dibangun dengan empat prinsip nilai: tawassuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (harmoni), dan i’tidal (konsisten). Prinsip-prinsip ini menghargai nilai tradisi dan budaya lokal, serta sangat menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. NU membangun trilogi persaudaraan, yaitu persaudaraan keislaman, persaudaraan kebangsaan, dan persaudaraan kemanusiaan. “Pilar utama NU adalah para kiai baik yang mursyid, fakih, maupun yang mubalig. Hal inilah yang mendorong NU, khususnya PWNU Provinsi Lampung, turut andil dalam penanggulangan HIV/AIDS di Lampung,” ujarnya.

Bukan Penyakit Kutukan

SETIAP penyakit pasti ada obatnya, begitulah kata pepatah bijak. Namun, bukan berarti penyakit itu harus dibiarkan begitu saja serta tidak ada usaha yang dilakukan untuk menyembuhkannya, termasuk juga penyakit yang masih menyeramkan di kalangan masyarakat kita, yakni HIV/ AIDS. Jangan jadikan penyakit sebagai kutukan dan memalukan. Maka jangan sampai para penderitanya dikucilkan. Kita harus membantu untuk memberikan penyuluhan yang benar tentang HIV/AIDS. Demikian disampaikan oleh Koordinator Wilayah Program Penanggulangan HIV/AIDS NU Lampung Asyihin.

NU sebagai bagian dari masyarakat yang anggotanya hingga lapisan bawah memiliki peran yang signifikan dalam melakukan pencegahan penyebaran HIV/AIDS, baik secara preventif maupun perawatan. Dengan memberikan informasi yang benar tentang HIV/AIDS sehingga hal itu tidak dilihat sebagai kutukan, tetapi musibah yang harus ditanggulangi secara bersama, baik pemerintah dan masyarakat. Kemudian, menyosialisasikan perilaku hidup sehat, aman, dan bertanggung jawab karena tindakan pencegahan jauh lebih diutamakan dari pada pengobatan. Menurut dia, sosialisasi menjadi salah satu media efektif bagi para ulama dan tokoh agama untuk ikut serta melakukan pencegahan penyebaran HIV/AIDS.

Karena itu, ia juga mengajak jamaah dan masyarakat untuk melakukan langkah nyata di dalam pencegahan HIV AIDS. Kita selayaknya menghentikan memopulerkan kutukan terhadap orang yang terkena HIV/AIDS. Sebaliknya, kita harus mendorong semangat mereka untuk sabar dan terus mendekatkan diri kepada Allah. Supaya mereka tetap semangat untuk bangkit dari penyakit tersebut. Ia menjelaskan yang perlu dilakukan dalam penanggulangan dan pencegahan terhadap penyakit HIV/AIDS, di antaranya adalah dengan perubahan perilaku. “Kalau sudah ada korban yang terkena HIV, dicegah jangan sampai menjadi AIDS. Kalau sudah terkena AIDS, diturunkan stadiumnya; yang negatif, jangan sampai menjadi positif,” ujar dia.